Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Diminta Tugaskan Jaksa Agung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Kompas.com - 03/08/2018, 07:33 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Suciwati, Sumarsih, dan Bedjo Untung meminta Presiden Joko Widodo untuk segera menugaskan Kejaksaan Agung menindaklanjuti berbagai berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat masa lalu.

Suciwati merupakan istri dari Aktivis HAM Munir yang meninggal akibat diracun dalam dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta menuju Amsterdam, yang sempat transit di Singapura.

Sumarsih merupakan ibu dari almarhum Benardinus Realino Norma Irawan atau Wawan, mahasiswa yang meninggal dunia dihantam peluru senjata api dalam aksi unjuk rasa yang terkenal dengan Tragedi Semanggi I tanggal 11-13 November 1998.

Baca juga: Tolak Pembentukan DKN, Aktivis HAM Gelar Aksi #JanganORBALagi

Sementara Bedjo Untung merupakan korban penahanan dan penyiksaan tanpa proses hukum karena dituduh berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia pada tragedi 1965.

"Kami mohon Bapak Presiden menugasi Jaksa Agung agar segera menindaklanjuti berbagai berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat masa lalu," ungkap ketiganya dalam surat terbuka kepada Jokowi dengan nomor surat 177/Surat Terbuka_JSKK/VII/2018 tertanggal 2 Agustus 2018.

Ketiganya menegaskan, terwujudnya perjuangan hukum dan HAM hanya ada di tangan Jokowi selaku kepala negara dan pemerintahan.

Baca juga: Polemik DKN dan Upaya Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu

"Bukan di tangan Menkopolhukam Wiranto, yang diduga sebagai pelaku pelanggaran HAM berat," ungkap ketiganya.

Ketiganya berharap pemerintahan Jokowi serius memperjuangkan agenda Nawa Citanya terkait hak asasi manusia.

Sebelumnya Bedjo Untung tak sepakat dengan rencana pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN). Bagi dia, keberadaan DKN tak menuntaskan secara utuh kasus kejahatan HAM berat masa lalu.

Baca juga: Jaksa Agung: Penolak DKN Apa Mewakili Seluruh Korban Pelanggaran HAM?

"Itu buang-buang waktu. Kami menolak. DKN tidak menyelesaikan masalah," kata Bedjo Untung di depan Kemenkopolhukam, Kamis (2/8/2018).

Ia menilai seharusnya pemerintah bersikap proporsional antara pembentukan DKN dan penegakan hukum kejahatan HAM berat masa lalu. Hal itu guna menjamin perlindungan serta kepastian hukum para pihak korban.

"Rekonsiliasi, yes. Tapi rekonsiliasi tidak bisa dilaksanakan tanpa keadilan. Keadilan harus diungkap dengan kebenaran. Mari kita duduk bersama," kata dia.

Kompas TV Istri almarhum aktivis HAM Munir, Suciwati mengaku kecewa dengan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan keputusan komisi informasi pusat terkait dokumen tim pencari fakta. Suciwati menilai putusan PTUN sama saja dengan melegalkan kejatahan negara atas dugaan menyembunyikan atau menghilangkan dokumen tim pencari fakta kasus munir. Suciwati menganggap putusan PTUN bertentangan dengan fakta-fakta bahwa dokumen telah diserahkan kepada pemerintah di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Suciwati juga menganggap terjadi kejanggalan dalam pemeriksaan permohohan di PTUN karena dilakukan tidak secara terbuka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com