JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam langkah pemerintah, dalam hal ini Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Wiranto, tentang pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN).
Koordinator Kontras Yati Andriyani menyatakan, ada sejumlah kejanggalan terkait DKN. Menurut Yati pun, pemerintah masih tidak konsisten terkait tujuan DKN.
"Pemerintah masih terkesan inkonsisten perihal tujuan DKN," kata Yati dalam konferensi pers di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Baca juga: Keluarga Korban Pelanggaran HAM Sebut DKN Cacat Moral
Yati menjelaskan, pada saat DKN pertama kali digagas oleh Wiranto pada tahun 2016, ia menjelaskan tujuan DKN adalah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Penyelesaian dilakukan dengan mekanisme non-yudisial.
Akan tetapi, kemudian Wiranto mengubah tujuan DKN untuk menyelesaikan konflik di masyarakat. Tujuan ini berarti DKN tak lagi fokus dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"DKN ini menurutnya (Wiranto) juga dapat menggantikan keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 11 Desember 2006," ujar Yati.
Baca juga: Jaksa Agung: Dewan Kerukunan Nasional Masih Dibahas
Selain itu, Yati juga memandang pembentukan DKN banyak mengandung penyelewengan. Ia memberi contoh antara lain maladministrasi wewenang, tidak dilibatkannya pihak yang memiliki dampak yang besar atas kebijakan DKN, hingga wacana DKN bersifat inkonstitusional.
Tidak hanya itu, Yati juga menyoroti tujuan pembentukan DKN untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan cara musyawarah mufakat.
Alasannya, proses penyelesaian di peradilan akan menyebabkan konflik dan tak sesuai budaya Indonesia.
"Ini merupakan strategi Wiranto menghidupkan budaya Orde Baru yang imun alias kebal terhadap pertanggung jawaban hukum atas tindak kejahatan," sebut Yati.