Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Calon Tunggal Menang, Tata Kelola Pemerintahan Bisa Terganggu

Kompas.com - 03/07/2018, 20:41 WIB
Reza Jurnaliston,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya fenomena calon kepala daerah tunggal, yang melawan kotak kosong, dalam Pilkada Serentak 2018 menimbulkan harapan agar mereka tidak terpilih.

Sebab, jika terpilih maka tata kelola pemerintahan akan terganggu.

Pengamat Politik Universitas Sam Ratulangi Ferry Daud Liando mengatakan, jika calon tunggal menang maka tidak ada kelompok oposisi yang berfungsi mengkritisi jalannya pemerintahan.

“Kalau parpol-parpol mengusung pada salah satu calon siapa yang akan mengawasi pemerintahan,” kata Pengamat Pemilu Komunitas Pemerhati dan Pers Peduli Pemilu dan Demokrasi (KORELASI) tersebut di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (3/7/2018).

Baca juga: KPU Sebut PPK Tamalate Banyak Ubah Suara Kotak Kosong ke Calon Tunggal

“Salah satu tata kelola pemerintah yang baik harus ada check and balances yang baik atau tata kelola pengawasan,” katanya melanjutkan.

Daerah yang memiliki calon tunggal salah satunya ada di Pilkada Makassar. Selain itu, ada 15 daerah lain yang hanya memiliki satu pasangan calon. Mereka didukung antara 6 sampai 12 parpol.

Peneliti Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi Manado, Ferry Daud Liando dalam diskusi di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jakarta, Rabu (21/3/2018).KOMPAS.com/ MOH NADLIR Peneliti Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi Manado, Ferry Daud Liando dalam diskusi di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jakarta, Rabu (21/3/2018).

Baca juga: Tiga daerah di Banten Lawan Kotak Kosong, Gubernur Halim Singgung Mahar Politik

Ferry juga mengatakan, dalam prinsip demokrasi harus ada sifat kompetisi. Sehingga, kata dia, ketika Pilkada kemarin hanya calon tunggal telah melanggar prinsip demokrasi.

"Bagaimana mungkin ada prinsip demokrasi kalau lawannya calon tunggal," ucap Ferry.

 

Pilkada 2020

Lebih lanjut, Ferry menjelaskan, jika nantinya suara calon tunggal kalah dibanding kotak kosong berdasarkan hasil perhitungan KPU, maka pasangan calon yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya.

“Menurut UU pelaksanaannya akan dilakukan tahun 2020,” kata dia.

UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada juga mengatur bagaimana jika Pilkada hanya diikuti calon tunggal.

Baca juga: Massa Calon Tunggal dan Massa Kotak Kosong Pilkada Makassar Bentrok

Dalam Pasal 54D diatur, pemenang Pilkada dengan calon tunggal harus memperoleh suara lebih dari 50 persen suara sah.

Jika suara tidak mencapai lebih dari 50 persen, maka pasangan calon yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya.

Baca juga: Quick Count KPUD, Calon Tunggal Kabupaten Tangerang Raih 83,83 Persen Suara

Dalam Pasal 25 ayat 1 PKPU Nomor 13 Tahun 2018 diatur, apabila perolehan suara pada kolom kosong lebih banyak dari perolehan suara pada kolom foto Pasangan Calon, KPU menetapkan penyelenggaraan Pemilihan kembali pada Pemilihan serentak periode berikutnya.

Sementara di ayat 2 disebutkan "Pemilihan serentak berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diselenggarakan pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sebagaimana jadwal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Kompas TV Apakah fenomena calon tunggal melawan kotak kosong akan menjadi ancaman baru bagi jalannya demokrasi di Indonesia?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com