JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengabulkan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang diajukan oleh pihak perseorangan, yaitu warga negara Indonesia bernama Sukardjo.
"Mahkamah tidak mungkin mengabulkan permohonan Pemohon yang meminta Mahkamah untuk menyatakan Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2) UU PBB bertentangan dengan UUD 1945 sembari mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan nilai jual obyek pajak tahun 2013 sebagai dasar pengenaan PBB," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna ketika membacakan pertimbangan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Kamis (24/5/2018).
Palguna kemudian menjelaskan ada dua alasan mengapa MK tidak mungkin mengabulkan permohonan uji materi tersebut.
"Pertama, sebagaimana telah dipertimbangkan bahwa Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2) UU PBB tidak terbukti bertentangan dengan UUD 1945," kata Palguna.
Kedua perkara tersebut secara substansi dinilai MK sudah berada di wilayah kebijakan pemerintah, sehingga tidak mungkin dituangkan dalam amar putusan MK.
Dalam kaitan ini, MK menyatakan bahwa pihaknya hanya dapat mendorong agar pemerintah, khususnya pemerintah daerah, untuk memperhatikan keberatan pemohon dalam hubungannya dengan pengenaan PBB, dalam hal ini yang tergolong ke dalam PBB-P2.
Sebab, menurut MK, hal itu sepenuhnya bergantung pada kebijakan masing-masing daerah.
"Menimbang, berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, telah terang bagi Mahkamah bahwa dalil Pemohon yang menyatakan Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2) UU PBB bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum," ucap Palguna.
Berdasarkan penilaian dan pertimbangan tersebut, amar putusan Mahkamah menyatakan menolak permohonan uji materi Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2) UU PBB tersebut.
Sebelumnya, dalam dalilnya Pemohon menyatakan keberatan dengan kenaikan PBB tahun 2014 yang bervariasi antara 93,6 persen sampai 258 persen telah mengganggu kehidupan lahir batin Pemohon.
Pemohon merasa berat untuk membayar tagihan PBB tahun 2014 karena Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU PBB menggunakan perkiraan Nilai Jual Obyek Pajak sebagai dasar pengenaan PBB.
(Antara)