Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fredrich Emosi saat Jaksa Menyinggung Proses Sidang Etik Advokat

Kompas.com - 18/05/2018, 15:08 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa Fredrich Yunadi terlihat emosi saat jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyinggung soal proses sidang etik advokat terhadap dirinya.

Mantan pengacara Setya Novanto itu menuduh jaksa telah menghina dirinya.

Hal itu terjadi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (18/5/2018).

Awalnya, jaksa KPK Roy Riady mengajukan keberatan kepada majelis hakim. Jaksa meminta agar hakim menolak Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Fauzie Yusuf Hasibuan memberikan keterangan sebagai ahli di persidangan.

Baca juga: Ucapkan Kata-kata yang Dianggap Tak Pantas, Fredrich Ditegur Hakim

Jaksa beralasan, dapat terjadi konflik kepentingan apabila Fauzie memberikan keterangan bagi terdakwa.

Sebab, Fredrich adalah advokat yang satu organisasi dengan Fauzie.

Terlebih lagi, menurut jaksa, Peradi sedang memproses sidang etik terhadap dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Fredrich.

"Setahu kami, proses kode etiknya belum selesai, maka tidak elok kita dengarkan keterangannya. Bagaimana mau objektif jika dia berikan keterangan untuk anggotanya?" Kata jaksa Roy.

Baca juga: Saat Telepon Dokter Bimanesh, Fredrich Bilang Dok, Skenarionya Kecelakaan

Pernyataan jaksa tersebut kemudian dijawab dengan nada tinggi oleh Fredrich.

"Kami keberatan atas penghinaan JPU bahwa saya diproses kode etik. Itu internal. Sampai saat ini kami masih anggota Peradi," kata Fredrich.

Ketua majelis hakim Syaifudin Zuhri memotong ucapan Fredrich dan meminta agar Fredrich tidak menggunakan kata-kata penghinaan.

Namun, Fredrich tetap melanjutkan kata-katanya.

"Kode etik ini urusan pribadi. Kalau menyangkut SARA urusannya bisa berbeda," kata Fredrich.

Baca juga: Fredrich: Luka Novanto Seperti Balon, Makin Ditiup Makin Gede

Fredrich didakwa menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK terhadap Novanto.

Menurut jaksa KPK, Fredrich melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.

Fredrich diduga sudah memesan kamar pasien terlebih dahulu, sebelum Novanto mengalami kecelakaan. 

Fredrich juga meminta dokter RS Permata Hijau untuk merekayasa data medis Setya Novanto. Upaya itu dilakukan dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK.

Saat itu, Setya Novanto telah berstatus sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com