JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis berpendapat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) tidak cocok diberlakukan pada zaman sekarang karena sifat feodalistis yang ada pada UU itu.
"Pasal ini kalau saya boleh agak kasar, feodalistis. Tidak cocok ada di zaman modern seperti sekarang. Cocoknya di zaman dahulu, zaman feodal," ujar Margarito ketika memberikan keterangan dalam sidang uji materi UU MD3 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (3/5/2018).
Pasal dalam UU MD3 saat ini, kata Margarito, menjadikan wakil rakyat seolah-olah jadi warga negara kelas satu. Pasal yang dimaksud, yakni 245 (ayat) yang memuat hak imunitas kepada setiap wakil rakyat.
Baca juga : Menangis di Sidang MK, Ayah korban Tewas Ditabrak Legislator Minta UU MD3 Dibatalkan
Selain itu, ada pula Pasal 122 huruf k yang memuat mekanisme kriminalisasi bagi siapa pun yang dinilai merendahkan martabat dan kehormatan DPR secara kelembagaan atau secara perseorangan.
"Di saat mereka menjalankan fungsi mereka, memang mereka ada keistimewaannya. Tapi ketika mereka melakukan tindak pidana biasa, seperti legislator yang nabrak orang di Ambon sampai meninggal, terus dia enggak bisa diperiksa karena MD3, apakah itu sama saja mereka ingin menjadi warga negara nomor satu?" ujar dia.
"Jadi sebenarnya, pasal ini adalah feodalisasi terhadap republik ini," lanjut dia.
Ia pun sekaligus mengingatkan prinsip konstitusi di Indonesia adalah setiap warga negara sama derajatnya di hadapan hukum.
Baca juga : UU MD3, Menggenggam Kekuasaan ala Orde Baru
"Pasal-pasal itu telah merontokkan prinsip kesamaan status seorang warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan. Apabila menggunakan prinsip itu, artinya semua warga negara sama, bisa diperiksa," ujar Margarito.
Sidang uji materi ini sendiri diagendakan menghadirkan 4 orang saksi yang dihadirkan oleh pemohon. Pemohon, yakni berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) serta tiga individu secara perseorangan.
Pemohon menggugat ketentuan dalam Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3. Pasal-pasal ini dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum, perlakuan tidak adil di hadapan hukum, bahkan pelanggaran hak asasi manusia.