Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertemuan Tertutup dengan Jokowi, Alumni 212 Bantah Bahas Dukungan Politik

Kompas.com - 25/04/2018, 16:30 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim 11 Ulama Alumni 212 membantah pertemuan tertutup dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Minggu (22/4/2018), membahas persoalan dukungan politik.

Sekretaris Tim 11 Ulama Alumni 212 Muhammad Al Khathath menegaskan, pertemuan itu murni hanya membahas persoalan kriminalisasi ulama dan aktivis alumni 212.

"Kita Tim 11 tidak berpikir calon mencalonkan dalam Pileg, Pilkada dan Pilpres. Presiden meminta apa yang harus dilakukan, karena mendapatkan informasi sepihak, tidak dari kedua belah pihak," ujar dia dalam konferensi pers di Restoran Larazeta, Rabu (25/4/2018).

(Baca juga: Alumni 212 Ungkap Isi Pertemuan Tertutup dengan Jokowi)

Menurut dia, pertemuan itu membuat Presiden Joko Widodo bisa mendapatkan data akurat terkait adanya kriminalisasi ulama oleh aparat hukum.

"Jadi kriminalisasi itu bukan wacana tapi fakta. Kita tidak tahu apakah itu kebijakan Presiden atau aparat, tapi kan yang punya kebijakan menghentikan itu Presiden," kata dia.

Khathath juga sempat menyinggung kasus dirinya kepada Presiden. Menurut dia, Presiden sempat menanyakan kebenaran barang bukti uang 18 juta yang akan digunakan untuk melakukan makar dalam aksi 313 tahun 2017 silam.

"Ditanya Pak Presiden 'itu uang apa Pak Khathath?', 'Itu uang makan bukan uang makar', uang makar enggak mungkin 18 juta. Jadi saya sampaikan keliru hurufnya, bukan uang makar tapi uang makan. Untuk makan demonstran, karena waktu itu 313 adalah demo kepada Presiden agar mencopot Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta," kata dia.

(Baca juga: Jokowi Bertemu Alumni 212, Fadli Zon Beri Apresiasi)

Dengan demikian, ia menilai kesalahpahaman tersebut membuat dirinya harus diproses oleh aparat hukum atas tuduhan makar.

Sehingga, Presiden diharapkan perlu memahami permasalahan kriminalisasi ulama dan aktivis 212 dari berbagai perspektif.

Di sisi lain, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama, Yusuf Martak merasa ada ketidakadilan aparat hukum dalam melakukan proses hukum terhadap ulama dan aktivis 212.

Menurut dia, proses hukum terhadap ulama dan aktivis 212 terkesan tidak jelas dan tak terselesaikan dengan baik.

"Sedangkan laporan yang dibuat oleh para ulama, tentang penistaan terhadap para ulama, para habib, bahkan kitab suci umat Islam, rasul umat Islam dan Tuhan pun, dihinakan. Tidak ada satupun yang mendapatkan satu proses akurat," katanya.

(Baca juga: Jokowi Akui Bertemu Alumni 212, Ingin Jaga Silaturahim)

Sehingga situasi itu menjadi bagian dari aspirasi yang disampaikan ke Presiden Jokowi dalam pertemuan tertutup.

Di sisi lain, Ketua Persaudaraan Muslimin Indonesia Usamah Hisyam menjelaskan, pertemuan ini dinilai penting untuk menanggulangi miskomunikasi antara ulama dan aktivis 212 dengan Presiden Jokowi.

"Dan penting untuk menuntaskan kriminalisasi. Karena penanggung jawabnya (terhadap aparat) Presiden. Oleh sebab itu, harus ada political will terkait masalah kriminalisasi ini," katanya.

Kompas TV Kendaraan politik untuk Rizieq Shihab "nyapres" adalah partai yang yang diberi kepercayaan oleh alumni 212, yaitu Gerindra, PKS, PAN, dan PBB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com