Tidaklah mengherankan jika PDI-P, menurut sumber penulis, lebih menginginkan sosok teknokrat senior yang tidak akan mencapreskan diri di 2024.
Memilih teknokrat seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menko Perekonomian Darmin Nasution atau mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD adalah pilihan yang cukup aman bagi PDI-P.
Bagi Jokowi sendiri, memilih sosok teknokrat yang independen alias tidak terafiliasi dengan parpol dapat menjadi opsi kompromi yang lebih mudah diterima semua parpol koalisi seperti ketika SBY memilih Boediono di pilpres 2009. Jika isu ekonomi menjadi isu prioritas kampanye, Sri Mulyani atau Darmin akan menjadi calon terdepan.
Pilihan aman
Memilih pendamping politik bukan hal yang mudah. Jokowi tentu sangat menyadari ini. Salah memilih bisa berakibat fatal. Salah memilih sering terjadi bahkan di pemilu AS.
Masih segar di ingatan ketika John McCain memilih Sarah Palin secara mendadak tanpa proses vetting yang komprehensif. Hasilnya, Palin menjadi bulan-bulanan media karena sejumlah blunder dan pertanyaan mengenai kompetensinya.
Ada juga capres yang mengakui penyesalan terhadap pilihannya. John Kerry, capres Partai Demokrat di Pilpres 2004 menyesal telah memilih Senator John Edwards sebagai pendampingnya. Bahkan, kedua politisi yang dikalahkan petahana George W Bush itu berhenti saling berbicara setelah pilpres usai.
Jokowi diprediksi akan memilih sosok yang "safe" atau aman secara elektoral. Jokowi tidak akan memilih sosok mengejutkan dari antah-berantah apalagi yang minim pengalaman politik.
Penulis memperkirakan Jokowi akan lebih memprioritaskan sosok yang cukup dikenal luas publik dengan elektabilitas yang mendukung, tidak kontroversial, tidak memiliki potensi skandal, berpengalaman secara politik, memiliki kemampuan kampanye yang mumpuni dan tidak terlalu ambisius.
Di sinilah proses vetting yang ketat sangat krusial untuk memastikan tidak ada "kejutan" yang berpotensi melukai kampanye.
Walau konsisten memimpin survei dengan tingkat kepuasan atau approval rating sekitar 70 persen, Jokowi masih kesulitan untuk mempertahankan angka elektabilitas 50 persen plus yang merupakan benchmark untuk mengamankan periode kedua.
Rata-rata elektabilitas Jokowi bergelantungan di titik 45 persen hingga 50 persen. Jika angka ini tidak kunjung meningkat memasuki pertengahan tahun, Jokowi kemungkinan akan memilih pilihan yang "safe" dengan elektabilitas tinggi untuk mendongkrak potensi kemenangannya.
Menurut analisis penulis serta informasi dari sejumlah sumber, ada lima nama yang kemungkinan menjadi pilihan terdepan di shortlist cawapres Jokowi. Mereka adalah Moeldoko, Mahfud MD, Cak Imin, Airlangga Hartarto, dan Sri Mulyani.
Apakah satu dari nama-nama ini akhirnya akan menjadi pilihan Jokowi? Situasi politik hingga Agustus akan menentukan.