JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Direktur Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Asral Mashuri menilai sindikat pemalsu uang yang dibongkar oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri cenderung gagal dalam meniru uang pecahan Rp 100.000 emisi 2014. Hal itu terlihat dari fitur keamanan yang tidak ada di dalam uang palsu tersebut.
"Kita punya salah satunya fitur optically variable ink (OVI), di uang palsu sitaan ini jika dilihat dari sudut pandang berbeda tidak berubah warnanya dari emas menjadi hijau, harusnya ada perubahan warna," kata Asral di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Berkaca dari kegagalan sindikat tersebut, Asral menegaskan bahwa BI terus melakukan tindakan preventif dengan meningkatkan fitur pengaman dalam uang rupiah. Saat ini, BI melengkapi uang kertas rupiah dengan 18 fitur pengaman.
Baca juga : Polri Bongkar Jaringan Sindikat Uang Palsu, Enam Orang Ditangkap
"Maka pemalsu uang di bagian depan saja sudah kesulitan, ini hasilnya (uang palsu) jauh dari yang aslinya," katanya.
Selain itu, BI juga memiliki sistem counterfeit analysis center yang menghimpun berbagai data terkait peredaran uang palsu. Asral berharap baik perorangan dan perbankan bisa segera melakukan klarifikasi jika menemukan dan menerima uang palsu.
"Jadi setiap uang palsu yang diklarifikasikan ke BI pasti diinput. Database itu menjadi salah satu trigger bagi kami dibantu kepolisian dalam memulai pengungkapan kasus uang palsu," ungkapnya.
Asral mengapresiasi upaya Polri dalam membongkar sindikat tersebut. Ke depannya, BI akan terus berkoordinasi dengan Polri dan Kejaksaan untuk menindak tegas para pemalsu uang.
Baca juga : BI: Uang Palsu Rawan Beredar Saat Pilkada Serentak 2018
Ia juga berharap setiap sindikat uang palsu yang terbongkar bisa dikenakan hukuman maksimal sesuai dengan Pasal 36 Ayat 2 atau Ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Mata Uang jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Sebelumnya Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri membongkar sindikat pemalsu uang dan menangkap enam orang anggota sindikat. Keenam orang tersebut ditangkap secara terpisah, yakni di Jakarta dan Jawa Barat pada Selasa (13/3/2018).
Kasubdit Uang Palsu Dirtipideksus Bareskrim Polri, Kombes Wisnu Hermawan mengungkapkan, peranan keanggotaan sindikat ini terbagi ke dalam tiga bagian, yakni pembuat, perantara, dan pengedar uang palsu.
"Untuk kasus ini kami menangkap NG (40 tahun), SR (37 tahun), SP (36 tahun), U (46 tahun), SY (34 tahun), dan AS (22 tahun)," kata Wisnu.,
Wisnu menjelaskan, NG bersama SP menerima modal uang dari SY senilai Rp 50 juta untuk belanja alat cetak uang palsu. SP, U, dan AS yang berperan menjalankan proses pencetakan uang. Selesai dicetak, SR membantu NG melakukan pengedaran uang palsu.
"Saya sampaikan kegiatan ini sudah kami pantau satu bulan. Kalau sindikat ini tidak tertangkap mungkin bisa lebih," kata dia.
Menurut Wisnu, sindikat ini menentukan keuntungan peredaran uang palsu dengan perbandingan keuntungan 1:4. Adapun, uang yang dipalsukan merupakan pecahan emisi 2014. Wisnu mencontohkan, penyidik berpura-pura membeli dengan harga Rp 25 juta untuk mendapatkan uang palsu senilai Rp 100 juta.
Adapun barang bukti berupa uang palsu siap edar dan siap cetak, kepolisian juga menyita barang bukti berupa kumpulan kertas watermark, unit komputer, meja dan alat screen sablon, bedak, pylox, staples, pemotong kertas, printer, meja sablon dan alat laminating.