Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peranan Ibu dan Perlawanan Terhadap Intoleransi Sejak Dini

Kompas.com - 08/03/2018, 19:08 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Maraknya sikap-sikap intoleran belakangan ini menuntut unit terkecil lembaga pendidikan, yakni keluarga untuk mengantisipasi sikap-sikap intoleran sejak dini.

Milly Ratudian, pegiat parenting dari Komunitas Keluarga Kita, melihat peranan perempuan dalam keluarga memegang peranan penting dalam membangun karakter anak dari ancaman krisis intoleransi serta menjadikan anak sebagai generasi muda yang produktif di masa depan.

"Cara pola asuh kita terhadap anak sangat berpengaruh terhadap penentuan kualitas manusia. Yang ini akan membentuk anak anak yang dididik dengan baik akan menentukan apakah nantinya akan menjadi bonus demografi yang baik atau tidak," kata Milly dalam diskusi publik Hari Perempuan Internasional di DPP PSI, Jakarta, Kamis (8/3/2018).

(Baca juga: Hari Perempuan Internasional, Cabup Ini Punya Cara Unik Temui Pemilih Perempuan)

Seorang ibu juga harus memahami bagaimana perkembangan pendidikan anak seiring perkembangan zaman. Oleh karena itu, seorang ibu harus bergerak aktif dalam mengembangkan cara-cara baru dalam mendidik anak.

"Sering kita bingung memendam sendiri, enggak mau cerita, atau cari tahu. Itu yang membuat kita sebagai perempuan terkesan enggak tahu apa-apa," katanya.

Hal tersebut akan berbahaya, mengingat sang anak menjadikan ibunya sebagai patokan dalam bersikap. Baik atau buruknya karakter seorang anak ditentukan oleh cara berperilaku sang ibu.

Milly mengingatkan bahwa titik inilah yang membuat sikap-sikap intoleran masuk ke dalam diri anak.

"Kalau kita sedih dia sedih, kitanya judgemental dia judgemental, padahal kan dia enggak dilahirkan jadi judgemental," ujar Milly.

(Baca juga: Hari Perempuan Sedunia, Koran Perancis Ini Tarik Biaya Lebih ke Pria)

Perempuan yang juga menjadi bakal calon legislatif PSI ini juga menyarankan agar para suami bisa mendukung istrinya selaku pengasuh anak untuk aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan diskusi maupun komunitas parenting.

 

Pendidikan keluarga, kata Milly, merupakan investasi jangka panjang. Seorang anak perlu dibesarkan tanpa berpatokan pada sistem superioritas dan sistem hukuman dan penghargaan.

Menurutnya, sistem pengasuhan seperti itu akan melumpuhkan kesadaran seorang anak, yang akan berujung pada munculnya sikap-sikap intoleran.

Contoh, dari dulu ngajarin anak 'kamu kalau puasa sampai tamat dikasih uang ya'. Itu mungkin hal termudah buat mengajarkan mereka, sayangnya itu akan membuat si anak nanti berpikir 'saya puasa karena pengen dapat uangnya," kata dia.

(Baca juga: Perubahan Iklim Lebih Berdampak Pada Perempuan, Kok Bisa?)

Pengendalian emosi seorang ibu juga berperan strategis agar tidak terjadi halangan komunikasi dengan anak. Sebab, halangan komunikasi akibat emosi ibu yang berlebihan akan memicu kegagalan anak dalam membangun kesadaran dirinya.

"Jadi dia akan lebih cenderung mengikuti apa kata orang yang lebih superior. Padahal kan orang yang superior bisa aja bilang ini pokoknya yang benar, ini pokoknya salah. Itu yang membuat si anak terjebak dalam intoleransi," paparnya.

Ibu zaman sekarang, kata Milly, harus memahami isu dan peristiwa terkini yang bersangkutan dengan anaknya. Hal itu agar anak bisa melihat sesuatu dari berbagai perspektif.

Milly juga berharap agar negara bisa menciptakan ruang publik yang mendukung interaksi ibu dan anak. Ia mencontohkan, keberadaan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di Jakarta menjadi salah satu tempat terbaik bagi ibu dan anak dalam bersosialisasi.

"Yang namanya ibu dan anak butuh tempat bersosialisasi, kalau cuma taman enggak bisa. Kalau RPTRA bisa sharing, bisa mengadakan kelas parenting itu penting banget," pungkasnya.

Kompas TV Jelang peringatan Hari Perempuan Internasional, UN Women bersama Indonesia Business Coalition For Women Empowerment, menggelar 'He For She' run 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com