JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengeluarkan peraturan terkait rencana pelaksanaan penelitian di seluruh wilayah Indonesia.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian (SKP).
Tujuan diterbitkan SKP itu sebagai bentuk tertib administrasi dan pengendalian pelaksanaan penelitian.
SKP juga diterbitkan dalam rangka kewaspadaan terhadap dampak negatif yang diperkirakan akan timbul dari proses penelitian.
Sayangnya, tak dijelaskan lebih lanjut soal ukuran dampak negatif tersebut. Hal ini lah yang memicu penolakan publik.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun mengatakan bahwa Permendagri itu tak membelenggu kebebasan.
Pemerintah hanya ingin penelitian yang dilakukan tak justru menimbulkan ekses dan masalah, lalu lari dari tanggung jawab.
"Tidak belenggu kebebasan. Semua orang berhak, orang perorangan, lembaga berhak melakukan penelitian di seluruh wilayah Indonesia," kata Tjahjo di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (6/2/2018).
"Baik menyangkut sosial politik budaya keamanan dan HAM, termasuk gelagat perkembangan di daerah," tambah dia.
Namun, prinsipnya, kata Tjahjo, penelitian itu harus bertanggung jawab.
"Tujuannya apa dan yang penting hasilnya bisa dipertanggungjawabkan. Tidak lari saja," kata dia.
"Bebas. Tapi jangan sampai orang melakukan penelitian, geger, padahal fokusnya tidak itu," tegas politisi PDI Perjuangan itu.
Pengecualian
Dalam Permendagri terdahulu, Kemendagri hanya akan menolak menerbitkan SKP jika peneliti tidak mendapat tanda tangan dari pimpinan yang bersangkutan.
Di Permendagri baru, diatur bahwa SKP nantinya tidak akan diterbitkan jika instansi terkait menganggap penelitian yang akan dilakukan punya dampak negatif.