JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR RI angkat bicara terkait polemik wacana penunjukkan petinggi TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah dalam Pilkada 2018.
Dua perwira tinggi Polri diusulkan menjadi penjabat Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Sumatera Utara.
Dua petinggi Polri tersebut adalah Asisten Operasi (Asops) Kapolri Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan yang diproyeksikan menjabat Penjabat Gubernur Jabar dan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Martuani Sormin yang diusulkan sebagai Penjabat Gubernur Sumut.
Spekulasi soal netralitas pun berkembang setelah wacana tersebut bergulir.
Namun Bambang berpendapat bahwa netralitas merupakan persoalan yang masih bisa diperdebatkan.
(Baca juga: Mendagri Juga Minta Calon Penjabat Gubernur dari Kemenhan)
Menurut Bambang, tak ada jaminan netralitas bisa dijaga meski penjabat kepala daerah bukan berasal dari TNI-Polri.
"Soal netralitas kan masih debatable. Apa kita bisa jamin kalau bukan polisi bisa menjaga netralitas. Soal netralitas menurut saya masih debatable," ujar Bambang saat ditemui di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Bambang menuturkan, saat ini pemerintah harus mengambil langkah untuk meredam spekulasi tersebut.
Ia pun meyakini pemerintah akan mendengar aspirasi publik dalam menunjuk penjabat sementara kepala daerah dalam Pilkada 2018.
"Justru spekulasi itulah yang harus diminimalisasi oleh pemerintah dan pemerintah sekarang sudah mendengar aspirasi publik dan mengambil langkah-langkah untuk yang meminimalkan kegaduhan di tahun politik," tuturnya.
Khawatir terjadi konflik
Pendapat berbeda dilontarkan oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Ia mengatakan semestinya penunjukan Penjabat Gubernur mengedepankan prinsip netralitas dalam pelaksanaan pilkada.
(Baca juga: Politisi PDI-P Anggap Sah Petinggi Polri sebagai Penjabat Gubernur)
Fadli menyoroti pilkada Jawa Barat, dimana ada petinggi Polri yang mencalonkan diri sebagai calon wakil gubernur yakni Irjen (Pol) Anton Charliyan.
Ia khawatir akan terjadi konflik kepentingan karena Iriawan dan Anton pernah sama-sama bertugas di korps Bhayangkara.
"Justru itu bisa terjadi konflik kepentingan. Kan mereka pasti berhubungan. Artinya bisa terkait. Kalaupun misalnya taruhlah yang Penjabat ini bertindak betul-betul adil dan tidak berpihak, tetapi secara image kan bisa menimbulkan sangkaan dan hal-hal yang tidak perlu," kata Fadli.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga mempertanyakan langkah Kemendagri. Ia menilai, langkah tersebut bisa dicurigai sebagai upaya Jokowi melakukan konsolidasi jelang pilkada 2018 dan pilpres 2019.
"Jadi ini muaranya itu konsolidasi Pak Jokowi. Orang curiganya itu loh," kata Fahri.