Pada akhir 2017, tenaga Sinopec berubah menjadi minoritas dalam memproduksi publikasi ilmiah. Variasi latar belakang sumber daya manusia yang turut berkontribusi agar BUMN tersebut sanggup menghimpun pengetahuan baru juga makin banyak, berasal dari pusat dan daerah.
Saat ini, lebih dari separuh kontributor riset Sinopec memiliki afilitas di lembaga-lembaga dalam negeri China dan hanya sekitar 5 persen berasal dari luar negeri.
Kontrak sosial baru
Ada satu pelajaran penting lain dari penggalian latar belakang artikel ilmiah Sinopec di atas: seseorang atau satu lembaga tidak mungkin bisa berinovasi sendirian.
Jan Fagerberg dalam buku The Oxford Handbook of Innovation (2005) bahkan menuliskan arti inovasi sebagai upaya yang tidak bisa dihasilkan dari langkah linear melakukan riset ilmiah dan dilanjutkan pada upaya komersialisasi hasil penelitian (Fagerberg, 2005, halaman 08-09).
Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa temuan vaksin, telepon, utilitas arus listrik, pesawat terbang, atau segala invensi lain tak akan berkembang tanpa adanya aliansi manusia-manusia yang memiliki banyak latar belakang keahlian berbeda.
Dari peneliti dan insinyur, sampai pengacara dan ahli keuangan, semua penting untuk membangun sistem inovasi.
Dalam paradigma itu, kita bisa lihat bahwa inovasi punya semangat demokratis, yaitu mendorong semangat gotong-royong anggota masyarakat untuk saling berkolaborasi.
Dari contoh Sinopec tadi, kita bisa melihat secara jelas bahwa perusahaan tersebut sekarang ada di posisi membutuhkan dan dibutuhkan insitusi lain untuk bisa berinovasi secara teknologi.
Karena sifatnya yang menciptakan saling ketergantungan, inovasi mensyarakatkan transparansi tinggi untuk menurunkan hambatan interaksi sosial akibat adanya ketidakpercayaan.
Namun, menumbuhkan budaya inovasi juga sekaligus bermanfaat untuk menciptakan suasana saling percaya. Itu karena inovasi memerlukan fondasi pola pikir ilmiah yang sangat bergantung pada pensintesisan dan peninjauan fakta berdasarkan data.
Untuk menjalankan roda inovasi sarat nilai ilmiah tersebut, BUMN perlu mengambil inisiatif aktif mencari dan memperkenalkan diri ke aktor-aktor pelaku riset di seluruh Indonesia (termasuk industri swasta nasional) dan mancanegara yang berpotensi menopang aktivitas riset mereka.
Kegigihan BUMN mempromosikan diri sangat penting, lebih-lebih saat menghadapi aktor lembaga yang mungkin secara tidak sadar tak menginginkan adanya perubahan dalam perannya atau lingkungannya.
Dalam hal ini, menyadari pentingnya fungsi pionir inovasi BUMN, pemerintah Jepang bahkan pernah mengikat NTT secara permanen untuk mengutamakan mempromosikan litbang dan mendiseminasikan hasilnya sebelum BUMN itu diprivatisasikan pada 1985.(Lihat "Act on Nippon Telegraph and Telephone Corporation, etc. Act No. [85 of December 25, 1984] as amended last by Act No. 87 of July 26, 2005").
Dalam pengertian ilmu ekonomi, strategi mandat promosi litbang bagi Nippon Telegraph and Telephone (NTT) sangat rasional, karena perusahaan yang menguasai pasar menyerupai kekuatan monopoli cenderung tidak efesien dan akhirnya menetapkan harga juallebih tinggi untuk konsumsi publik.
Dengan menginstruksikan NTT secara abadi menjadi tulang punggung riset negara di sektornya, pemerintah menstimulasikan rantai industri dalam negeri, penopang badan usaha tersebut, untuk menciptakan kapabilitas dinamik yang akhirnya mengumpanbalikkan perbaikan efesiensi bagi proses kerja NTT sendiri.