Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Saldi Isra dan Suhartoyo Beda Pendapat, Dukung "Presidential Threshold" Dihapus

Kompas.com - 11/01/2018, 14:00 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim konstitusi, Saldi Isra dan Suhartoyo mengajukan disssenting opinion atau perbedaan pendapat mengenai putusan Mahkamah Konstitusi soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Dalam putusannya, MK menolak uji materi terhadap pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pasal tersebut mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.

Dalam pertimbangannya, MK menilai presidential threshold relevan untuk memperkuat sistem presidensial. Dengan presidential threshold, maka Presiden yang terpilih nantinya bisa memiliki kekuatan di parlemen.

Baca juga : Presidential Threshold 20 Persen, Gerindra Tetap Usung Prabowo di Pilpres 2019

MK juga menilai pasal 222 tidak kadaluarsa karena merupakan UU baru yang disahkan pemerintah dan DPR pada 2017 lalu, bukan UU lama yang digunakan untuk menggelar pilpres 2014. MK juga menilai pasal 222 tidak bersifat diskriminatif.

Namun, di akhir pembacaan putusan, Hakim Saldi Isra dan Suhartoyo menyatakan disssenting opinion.

Keduanya berpendapat aturan presidential threshold bertentangan dengan UUD 1945. Presidential threshold dinilai tidak relevan dengan desain pemilu 2019 di mana pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digelar serentak.

"Rezim ambang batas dalam pencalonan presiden dan wapres menggunakan hasil pemilu legislatif kehilangan relevansinya, dan mempertahankannya berarti bertahan memelihara sesuatu yang inkonatitusional," kata Hakim Suhartoyo.

Baca juga : MK Tolak Uji Materi Presidential Threshold

Selain itu, aturan tersebut memberikan diskriminasi terhadap parpol baru dengan parpol lama. Parpol baru tidak memiliki hak untuk mengajukan calon.

"Padahal pemenuhan hak konstitusional parpol peserta pemilu untuk mengusulkan capres dan cawapres yang diatur eksplisit dalam pasal 6A ayat 2 UUD 1945," ucap Suhartoyo.

Saldi Isra mengatakan, selama ini memang ada pendapat bahwa presidential threshold bisa menciptakan dukungan yang kuat bagi Presiden di parlemen. Namun menurut Saldi, dukungan yang besar terhadap Presiden di parlemen bisa juga mengarah pada praktik otoriter seperti di era orde baru.

"Jika partai politik mayoritas di legislatif sama dengan partai politik presiden atau mayoritas partai politik legislatif mendukung presiden, praktik sistem presidensial mudah terperangkap menjadi pemerintahan otoriter," kata Saldi Isra.

Kompas TV Ajakan boikot pilpres 2019 oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono jika gagal menggugat ke Mahkamah Konstitusi menuai kritikan masyarakat.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com