JAKARTA, KOMPAS.com - Marsekal Hadi Tjahjanto turut memaparkan potensi ancaman keamanan negara dalam sesi uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon Panglima TNI, Rabu (6/12/2017).
Di samping lima potensi ancaman keamanan negara yang disoroti, Hadi juga menyampaikan potensi konflik komunal berbasis SARA dinilai berpotensi merongrong legitimasi pemerintahan.
"Dengan konstruksi Indonesia sebagai negara kepulauan dan masyarakat yang majemuk, potensi separatisme serta konflik komunal berbasis suku, agama, ras termasuk antargolongan akan selalu ada," kata Hadi dalam paparannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/12/2017).
Lebih jauh, kata dia, era reformasi demokrasi politik seringkali mengarah pada liberalisasi yang berpotensi menjadi liberal dilemma atau tyranny of majority. Kondisi tersebut harus dikelola secara bijaksana.
Baca juga : 8 Fakta Menarik tentang Calon Panglima TNI Hadi Tjahjanto
"Jika kondisi ini tidak dikelola secara bijaksana, bukan tidak mungkin konflik komunal tersebut akan meningkat menjadi konflik vertikal berbentuk rongrongan terhadap legitimasi pemerintahan yang sah atau pemberontakan," tutur Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) itu.
Ia pun menyebutkan empat tugas TNI yang masih sangat relevan terhadap situasi tersebut, yakni TNI sebagai kekuatan penyerang, kekuatan pertahanan, kekuatan pendukung, dan TNI sebagai instrumen kekuatan negara yang dapat digunakan untuk kepentingan apapun yang menjadi keputusan politik negara.
Baca juga : Marsekal Hadi Tjahjanto Disebut Otak Setan oleh Teman SMA-nya
Di samping itu, Hadi juga memaparkan lima fungsi utama yang diemban TNI, antara lain fungsi penangkal setiap bentuk ancaman, fungsi penindak, serta fungsi pemulih yang dapat beroperasi bersama instansi pemerintah lainnya untuk memulihkan kondisi keamanan negara.
"Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, perlu saya tegaskan bahwa kesemuanya semata kehendak rakyat melalui koridor konstitusi dan kaidah kaidah demokrasi yang berlaku," kata Hadi.