JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta mengabulkan permohonan pembukaan blokir 17 rekening bank milik mantan Direktur Utama PT Duta Graha Indah (DGI), Dudung Purwadi.
Selain itu, hakim mengabulkan pembukaan blokir dua sertifikat tanah atas nama Dudung.
Penetapan itu disampaikan sebelum hakim membacakan putusan bagi Dudung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/11/2017).
"Menetapkan, mengabulkan permohonan terdakwa dan tim penasehat hukum terkait pembukaan blokir. Memerintahkan jaksa penuntut umum mengajukan pembukaan blokir," ujar ketua majelis hakim Sumpeno saat membacakan penetapan hakim.
Dengan demikian, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta membuka blokir 17 rekening bank dan dua sertifikat tanah yang masing-masing kepemilikannya atas nama Dudung Purwadi.
Dalam pertimbangannya, hakim mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di mana benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda milik tersangka atau terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana.
Selain itu, benda yang digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana.
Sementara, dari hasil persidangan terungkap fakta bahwa rekening bank dan dua sertifikat tanah bukan merupakan hasil kejahatan yang dilakukan terdakwa Dudung Purwadi.
Selain itu, hakim mempertimbangkan pendapat jaksa yang tidak menuntut terdakwa membayar uang pengganti. Sebab, uang pengganti akan dibebankan kepada korporasi.
"Juga karena proses pemeriksaan terhadap perkara ini sudah dinyatakan selesai, maka majelis berpendapat bahwa pemblokiran terhadap beberapa rekening atas nama Dudung Purwadi dan pemblokiran terhadap dua sertifikat tanah sudah tidak diperlukan lagi," kata hakim.
Dudung merupakan terdakwa kasus korupsi dalam dua proyek pemerintah.
Pertama, Dudung diduga terlibat kasus korupsi dalam pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana Tahun 2009-2010.
Dalam kasus tersebut, perbuatan Dudung diduga memperkaya PT DGI sebesar Rp 6,780 miliar pada tahun 2009. Kemudian, sebesar Rp 17,9 miliar untuk tahun 2010.
Selain itu, menurut jaksa, telah memperkaya Nazaruddin dan korporasi yang dikendalikannya, yakni PT Anak Negeri, PT Anugrah Nusantara dan Group Permai sejumlah Rp 10,2 miliar.
Menurut jaksa, berdasarkan Laporan Hasil Audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perbuatan Dudung dalam korupsi pembangunan RS Universitas Udayana telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 25,9 miliar.