Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komentar Fahri Hamzah soal Vonis 1,5 Tahun untuk Buni Yani

Kompas.com - 14/11/2017, 17:08 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah ikut buka suara terkait vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung terhadap Buni Yani.

Buni dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara karena terbukti melanggar Pasal 32 Ayat (1) dan Pasal 28 Ayat (2) UndangU-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan menyebar ujaran kebencian dan mengedit isi video Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Menurut Fahri, polemik soal ini harus diakhiri. Bagi pihak yang merasa dirugikan, ada upaya hukum lanjutan yang bisa ditempuh.

"Tetapi, kita sebagai pengambil kebijakan harus melihat, terjadinya polarisasi dalam masyarakat akibat kasus Ahok-Buni dan lain-lain itu, harus dihentikan. Itu tidak sehat bagi kita," kata Fahri. 

Baca juga: Buni Yani Divonis 1,5 Tahun Penjara

Fahri khawatir, ketidakpuasan terhadap putusan hukum akan saling berbalas dan melebar.

"Saya khawatir melebar sampai Pilpres," ucap Fahri.

Buni Yani yang baru saja dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara atas kasus pelanggaran UU ITE, Selasa (14/11/2017), mendatangi massa pendukungnya di depan Gedung Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Bandung, Jalan Seram, tempat sidang berlangsung.KOMPAS.com/Agie Permadi Buni Yani yang baru saja dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara atas kasus pelanggaran UU ITE, Selasa (14/11/2017), mendatangi massa pendukungnya di depan Gedung Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Bandung, Jalan Seram, tempat sidang berlangsung.
Buni dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Dalam sidang pada 3 Oktober lalu, di tempat yang sama, tim jaksa yang dipimpin Andi M Taufik menuntut Buni Yani 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hal yang memberatkan menurut hakim adalah perbuatan terdakwa telah menimbulkan keresahan dan tak mengakui kesalahannya. Hal yang meringankannya adalah Buni Yani belum pernah dihukum dan punya tanggungan keluarga.

Jejak 19 kali sidang

Buni Yani sebelumnya didakwa mengunggah video pidato Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, di laman akun Facebook miliknya dengan mencantumkan keterangan berupa transkrip video pidato yang dinilai tidak sesuai dengan transkrip yang asli dan menghilangkan kata "pakai" saat Ahok menyinggung surat Al Maidah dalam pidatonya.

Dalam perkara ini, Buni Yani telah menjalani 19 kali persidangan. Dalam beberapa kali persidangan, suasana panas kerap mewarnai.

Emosi Buni Yani, misalnya, kerap meluap. Salah satunya saat Buni Yani menjalani sidang dengan agenda mendengar pernyataan saksi, Ramli Kamidin, penulis buku Kami Melawan: Ahok Tak Layak Jadi Gubernur sebagai saksi meringankan pada Selasa (29/8/2017).

Saat itu, tim jaksa penuntut umum mencecar Ramli dengan pertanyaan seputar pengetahuannya soal beredarnya video Ahok dengan durasi panjang dan pendek. Buni Yani merasa pernyataan tim jaksa sangat tendensius. Akibatnya, Buni Yani marah.

Tak terima dengan pertanyaan jaksa kepada saksi, Buni Yani melontarkan sumpah serapah.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com