Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada 62.000 Aturan, Indonesia Dianggap "Obesitas Regulasi"

Kompas.com - 10/11/2017, 19:06 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JEMBER, KOMPAS.com - Saat ini, setidaknya ada 62.000 aturan di Indonesia. Alhasil, Indonesia dianggap mengalami "obesitas regulasi".

Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan, dampak dari berlebihnya regulasi itu adalah terhambatnya percepataan pembangunan dan peningkatan pelayanan publik.

"Birokrasi menjadi panjang, peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain tidak harmonis, tidak sinkron dan saling tumpang-tindih," kata Bayu, dalam diskusi di Jember, Jawa Timur, Jumat (10/11/2017).

Menurut Bayu, persoalan pembentukan regulasi tersebut tak terkendali, mulai dari undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP), peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), peraturan presiden (perpres), hingga peraturan menteri (Permen).

"Tersebar baik instansi di pusat maupun daerah," kata dia.

(Baca juga: Presiden Jokowi: Ada Lebih dari 42.000 Regulasi, Coba, Pusing Tidak?)

Padahal kata dia, Presiden Joko Widodo sejak awal telah menyadari gejala obesitas regulasi tersebut dengan menginstruksikan semua kementerian/lembaga/pemerintah daerah agar tak membuat aturan yang tidak diperlukan.

"Tapi instruksi Presiden tersebut ternyata belum sepenuhnya efektif. Kementerian/lembaga serta Pemda masih ambisius untuk membentuk peraturan perundang-undangan," kata Bayu.

Tak hanya itu, langkah untuk menekan banyaknya regulasi itu, telah dilakulan Kementerian Dalam Negeri pada 2016. Ketika itu, ada 3.143 Peraturan Daerah (Perda) bermasalah yang dibatalkan.

Ini termasuk upaya Jokowi yang meminta para menteri lebih dulu berkoordinasi dalam rapat terbatas (ratas) kabinet sebelum menerbitkan Permen yang berdampak luas ke masyarakat.

"Namun, nyatanya berbagai upaya Pemerintah dalam melakukan penataan regulasi belum mampu menyelesaikan sumber masalah," ucap Bayu.

(Baca juga: Jokowi: Regulasi Terlalu Banyak, Harus Kita Simpelkan)

Ilustrasi hukum medisAndreyPopov Ilustrasi hukum medis
Ia pun berpendapat, guna mengatasi persoalan tersebut, pemerintah perlu melakukan upaya seperti kajian akademik. Sebab, upaya penataan regulasi perlu dilakukan mulai hulu sampai hilir.

Di hulu penataan regulasi bisa dilakukan dengan mempersempit ruang pembentukan peraturan perundang-undangan yang tidak terkendali seperti peraturan menteri.

"Caranya seperti halnya PP dan perpres. Setiap rancangan permen harus melalui proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM RI," kata dia.

Sedangkan di hilir, meminta masing-masing kementerian untuk mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk atau executive review.

"Meski kalau kemudian dengan sadar mencabutnya sendiri rasanya sulit dilakukan," kata dia.

Halaman:


Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com