JAKARTA, KOMPAS.com - Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban, Din Syamsuddin mengatakan, perbedaan pandangan politik ternyata memiliki daya rusak terhadap kerukunan dan soliditas bangsa.
Din menuturkan, hal itulah yang telah dan tengah terjadi di Indonesia saat ini.
"Ini harus segera diatasi. Maka jalan keluarnya, pertama, mutlak perlu revitalisasi etos dasar bangsa yang cenderung pada jalan tengah," kata Din ditemui usai memimpin sidang Inter-Religious Council Indonesia di Jakarta, Selasa (31/10/2017).
Jalan tengah yang ia maksud yakni nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Revitalisasi tersebut bisa dilakukan lewat penekanan dan pengarusutamaan paham keagamaan yang moderat. Din menyebut istilah tersebut sebagai "wasathiyah" (pertengahan).
"Istilahnya wawasan keberagamaan jalan tengah, yaitu moderat, toleransi, koeksistensi, dan siap untuk hidup berdampingan secara damai," ucap Ketua Dewan Pertimbangan MUI itu.
(Baca juga: Din Syamsuddin: Konflik Agama karena Masalah Politik, Ekonomi dan Hukum)
Adapun, bentuknya bisa sebuah program aksi yang dilakukan bersama-sama oleh masing-masing komunitas beragama.
Selain paham agama yang moderat, Din juga menyarankan perlu ditekan faktor-faktor non-agama yang merusak kerukunan. Misalnya, kata dia, kesenjangan sosial, kesenjangan ekonomi, kesenjangan politik, dan kebebasan budaya.
"Kalau (faktor-faktor) ini tetap ada, susah kita. Bagaikan membangun tapi ada yang menjebol. Makanya ini perlu pengendalian, penyesuaian sehingga tidak berdampak negatif," ucap Din.
(Baca juga: Din Syamsuddin Siap Kumpulkan Tokoh Lintas Agama, Bicara Hati ke Hati)
Terakhir, Din menegaskan perlunya negara hadir dalam kehidupan bernegara. Dia menyebut, kehadiran negara tidak perlu memasuki wilayah keyakinan. Namun, negara wajib hadir untuk mengayomi seluruh rakyat apapun agamanya, suku dan bahasa.
"Dia (negara) hadir di atas untuk semua golongan," kata Din.
Sebagai Utusan Khusus Presiden, Din mengatakan, hal pertama yang akan dilakukan adalah membentuk koalisi besar dari berbagai kelompok agama untuk berdialog.