Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Pengacara Setya Novanto soal Laporan Kinerja KPK yang Jadi Bukti Persidangan

Kompas.com - 25/09/2017, 12:56 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mempertanyakan asal-usul dokumen laporan kinerja KPK 2009-2011 yang didapat pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Sebab, dalam sidang sebelumnya, tim pengacara Novanto berjanji akan menjelaskan dari mana mereka mendapatkan dokumen yang dianggap KPK merupakan dokumen rahasia.

Pengacara Novanto, Ketut Mulya Arsana mengatakan, pihaknya mengajukan permohonan salinan dokumen tersebut ke BPK pada 19 September 2017.

Permintaan itu dituangkan dalam formulir dari bagian permohonan informasi publik.

Baca: Hadapi Praperadilan Setya Novanto, KPK Hadirkan 200 Bukti

"Tujuan penggunaan informasi kami isi sebagai alat bukti perkara pidana. Kami cantumkan tegas," ujar Ketut dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/9/2017).

Setelah itu, BPK memberikan salinan dokumen tersebut di dalam flashdisk. Pihak Novanto juga mendapatkan tanda terima penyerahan dokumen informasi publik.

Ketut memastikan dokumen tersebut diperoleh secara sah sesuai prosedur di BPK.

Ia mengatakan, dokumen laporan kinerja KPK 2009-2011 telah dipublikasikan BPK ke publik pada 2013.

"Dengan demikian, apa yang kami sampaikan adalah print out asli dari BPK, sebagai alat bukti kami di sini. Kami berpandangan sesuai dengan keterbukaan informasi publik, LHP tersebut kami peroleh sesuai prosedur, alur permintaan informasi publik di BPK," kata Ketut.

Baca: Hakim Tolak Eksepsi KPK dalam Praperadilan Setya Novanto

Ketua Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, KPK juga mempertanyakan soal ketidaksesuaian nama barang bukti dengan yang tercantum dalam daftar.

Pada halaman depan dokumen tersebut tertulis "konsep laporan kinerja KPK". Sementara, dalam daftar bukti, kata "konsep" itu dihilangkan.

Menurut Setiadi, seharusnya sebuah konsep atau draf dokumen tidak sah dijadikan bukti.

"Kalau konsep kan belum ada finalisasi dari laporan itu. Apakah bisa jadi bahan bukti dalam kegiatan di praperadilan?" kata Setiadi.

Setiadi juga meminta tim pengacara Novanto untuk memastikan apakah dokumen yang dilampirkan sebagai bukti merupakan konsep atau sudah laporan final.

Menanggapi pernyataan itu, Ketut mengatakan bahwa yang diminta oleh tim pengacara adalah laporan kinerja yang sudah final.

Namun, ternyata di dalam flashdisk yang diberikan BPK, tertulis masih konsep. Namun, menurut Ketut, kata "konsep" tersebut tidak berpengaruh pada barang bukti yang dia ajukan.

"Kami tetap sampaikan ini karena yang kami sampaikan bukan LHP, tapi karena ada SOP KPK yang tidak ada di internet. Hanya itu yamg kami gunakan sebagai alat bukti," kata Ketut.

Kompas TV KPK menegaskan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik telah didasarkan pada dua alat bukti.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com