Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Angga Ariestya
Dosen

PhD candidate Institute of Communication Studies & Journalism, Charles University, Praha. Dosen Komunikasi Strategis Universitas Multimedia Nusantara.

Mempertanyakan Eksistensi Komunikasi Lingkungan di Indonesia

Kompas.com - 18/09/2017, 08:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

TIDAK banyak yang tahu bahwa saat ini mata dunia tengah menyoroti Indonesia lebih tajam lagi.

Akhir tahun 2016, pemerintah Indonesia telah menyerahkan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) kepada Secretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) sebagai bentuk komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri, dan 41 persen dengan dukungan internasional sampai dengan tahun 2030.

Komitmen pemerintah Indonesia tersebut telah dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Perubahan Iklim. Keluarnya UU No. 16/2016 ini mengisyaratkan penurunan emisi karbon adalah keniscayaan. Artinya, target penurunan tersebut harus tercapai.

Saat ini, pemerintah Indonesia tengah berjuang untuk mempertahankan agar kenaikan suhu di Indonesia tidak lebih dari 2 derajat Celcius. Banyak yang beranggapan bahwa sumbangsih transportasi dan industri adalah yang terbesar dalam menyebabkan polusi lingkungan dan gas rumah kaca sehingga kedua sektor itulah yang terus menjadi perhatian masyarakat untuk segera diatasi.

Padahal, sesuai penjelasan Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Henry Bastaman, ada lima sektor utama dalam mengurangi emisi karbon, yaitu energi, sampah, proses dan produksi industri, pertanian, dan kehutanan. Kontribusi penurunan emisi karbon yang paling banyak justru bisa didapatkan dari sektor lahan dan kehutanan, yaitu sebesar 17 persen.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Medrildzam pernah mengatakan bahwa isu perubahan iklim bukan hanya tentang isu lingkungan. Isu ini terkait erat dengan pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan negara-negara berkembang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Dilema sektor lahan dan kehutanan ketika menjadi tulang punggung pemenuhan target penurunan emisi adalah investasi dan pembangunan nasional ataupun daerah yang membutuhkan sektor lahan itu sendiri.

Kebutuhan lahan akan terus bertambah, sementara ketersediaan lahan akan statis. Ada waktunya ketersediaan lahan tidak lagi dapat menampung kebutuhan lahan yang semakin tinggi.

Oleh karena itu, perlu ada strategi kebijakan pembangunan nasional dan daerah yang memulai konsep pembangunan hijau. Tujuan dari konsep ini adalah pembangunan yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan walaupun pembangunan terus berlanjut.

Suatu daerah tidak mungkin berhenti membangun. Namun, dengan konsep pembangunan hijau, dampak peningkatan karbon yang ekstrim dari pembangunan dapat ditekan.

Sejauh ini, strategi perencanaan pembangunan hijau terus digiatkan oleh organisasi-organisasi non-profit (NGO) di bidang lingkungan agar dapat diarusutamakan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dan disinergikan dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).

Akan tetapi, proses pelaksanaannya tidaklah mudah. Pasalnya, isu lingkungan saat ini masih kalah populer dari isu-isu politik, hukum, ekonomi, dan sebagainya sehingga seringkali perencanaan tersebut hanya berakhir sebagai dokumen formal di meja para pembuat kebijakan.

Oleh karena itu, perencanaan pembangunan hijau di sektor lahan, selain memerlukan analisis spasial yang tepat, dibutuhkan juga komunikasi lingkungan yang berfungsi.

Fungsi komunikasi lingkungan

Komunikasi yang seringkali diketahui khalayak ramai di Indonesia saat ini adalah komunikasi korporasi, komunikasi pemasaran, ataupun komunikasi politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com