JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan, Polri mengedepankan pencegahan konflik ketimbang memulihkan konflik yang bisa menyita tenaga dan biaya lebih besar.
Ia mencontohkan aksi bela Islam berjilid yang menuntut penegakan hukum terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus penistaan agama.
"Lebih baik mencegah daripada harus bertindak, karena biayanya tinggi sekali. Seperti 212, itu satu tahun anggaran sudah habis di depan," ujar Ari dalam diskusi di Jakarta, Selasa (29/8/2017).
(baca: Komnas HAM Anggap Perlindungan Kelompok Minoritas Masih Lemah)
Dalam aksi-aksi tersebut, polisi mengerahkan kekuatan personel maksimal. Bahkan meminta perbantuan kepolisian yang bertetangga dengan Jakarta.
Oleh karena itu, menurut dia, pentingnya seni mengelola keamanan dan ketertiban masyarakat.
Caranya, yakni dengan mendeteksi konflik sejak dini agar tidak berkembang menjadi besar.
"Kemampuan intelijen untuk bisa mendeteksi wilayah sangat penting. Untuk kita bisa memetakan daerah tugas dengan berbagai potensi yang akan kita hadapi," kata Ari.
(baca: Gusdurian Khawatir Persekusi di Indonesia Berkembang seperti Pakistan)
Ari mengatakan, kepolisian harus melakukan pendekatan kepada kelompok yang berpotensi melakukan konflik.
Cara persuasif dilakukan semaksimal mungkin untuk memberi pemahaman kepada kelompok tersebut, bahwa ada ancaman hukum jika melakukan hal-hal yang anarkistis.
"Tapi juga ketegasan harus ada. Harus kuat dan berani untuk tindakan tegas," kata Ari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.