JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau agar pemerintah daerah tidak menjadikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai alat transaksi suap. Beberapa kasus yang ditangani KPK saat ini terkait dengan pembahasan APBD.
Salah satunya, adalah kasus suap terkait pembahasan APBD perubahan di Kota Malang, Jawa Timur. KPK menetapkan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono sebagai tersangka.
"Kami imbau pada daerah lain agar memperhatikan kasus korupsi yang sedang ditangani ini, agar proses pembahasan APBD tidak dijadikan alat untuk tawar-menawar, untuk keuntungan pribadi atau kelompok," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (22/8/2017).
Dalam beberapa kasus, pembahasan dan pengesahan APBD seringkali dijadikan tawar-menawar uang suap. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan daerah justru dikorupsi oleh pejabat pemerintah.
(Baca: Ketua DPRD Kota Malang Terima Suap Rp 700 Juta dan Rp 250 Juta)
Dalam kasus di Malang, Ketua DPRD ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap terkait pembahasan APBD Perubahan Kota Malang Tahun Anggaran 2015; dan kasus dugaan suap penganggaran kembali proyek pembangunan Jembatan Kendung Kandang, dalam APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2016 pada 2015.
Dalam dua kasus tersebut, Arief diduga menerima uang ratusan juta dari dua pihak. Pada kasus pertama, dia menerima Rp 700 juta untuk pembahasan APBD Perubahan Kota Malang tersebut. Suap diduga diberikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Kota Malang Jarot Edy Sulistyono.
"Pembahasan dan pengesahan APBD yang transaksional, apalagi ada unsur suap, tentu dapat merugikan kepentingan masyarakat yang seharusnya dapat menikmati uang mereka secara maksimal," kata Febri.