JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Junimart Girsang mengaku pihaknya tidak mempermasalahkan gelombang penolakan hak angket yang terus mengalir dari sejumlah pihak, terutama kelompok masyarakat sipil.
"Kami hargai segala penolakan, hukuman bahkan cercaan," kata Junimart di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Menurut Junimart, hal itu merupakan bagian dari proses demokrasi. Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, masyarakat dapat melihat perkembangan aktivitas pansus yang akan selalu dilaksanakan terbuka.
"Mari rakyat lihat parlemen bagaimana proses rapat angket yang sifatnya selalu terbuka, kecuali rapat internal," ucap Junimart.
"Kita bisa lihat, dengar dan rasakan bagaimana situasinya," ujar anggota Komisi III DPR RI itu.
Hal serupa diungkapkan Ketua Pansus RUU Pemilu Agun Gunandjar Sudarsa. Ia menegaskan, penyelidikan hak angket ditujukan untuk mengoptimalkan kinerja KPK agar kerja komisi antirasuah sesuai dengan asas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Tidak ada masalah (banyak ditolak), kami tetap berjalan. Sebagai masukan bagi pansus untuk bekerja dengan tetap konsisten pada tujuan pembentukan pansus dalam menjalankan fungsi penyelidikannya," tutur Agun.
Sejumlah penolakan terhadap hak angket KPK kini memang semakin mengalir. Salah satunya, sejumlah tokoh lintas agama mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, pada Kamis (6/7/2017).
(Baca: Tokoh Lintas Agama Dukung KPK Hadapi Pansus Angket DPR)
Mereka menyatakan dukungan moral untuk KPK yang tengah berhadapan dengan Pansus Angket DPR.
"Jadi, kami ingin menyatakan dukungan terhadap KPK yang terakhir-terakhir ini mendapatkan tekanan dari berbagai pihak untuk bisa terus maju melawan praktik korupsi dan secara umum penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan di negara kita ini," kata KH Sholahudin Wahid.
Koalisi masyarakat sipil pada Rabu (6/7/2017) kemarin juga menyerahkan petisi penolakan hak angket kemarin. Sebelumnya, para pakar yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) juga menilai, pembentukan Pansus Hak Angket KPK oleh DPR RI cacat hukum.
APHTN-HAN bersama Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengkaji soal pembentukan Pansus hak angket. Kajian yang ditandatangani 132 pakar hukum tata negara seluruh Indonesia tersebut diserahkan ke KPK.
(Baca: 132 Pakar Hukum Tata Negara Nilai Cacat Pembentukan Pansus Angket KPK)