Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makna Simbol Masker dalam Pelaporan Fahri Hamzah dan Fadli Zon ke MKD

Kompas.com - 12/06/2017, 17:20 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Tolak Hak Angket untuk KPK melaporkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon beserta 23 anggota panitia khusus (pansus) angket KPK ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR dengan menggunakan masker.

Koordinator program Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani mengaku sengaja mengenakan masker sebagai bentuk perlawanan.

"Karena kami mencium bau tidak sedap terkait hak angket terhadp KPK maka kami menggunakan simbol masker," ujar Julius seusai melaporkan Fahri Hamzah, Fadli Zon dan anggota pansus angket di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2017).

Dengan menggunakan simbol masker, Julius mengatakan pihaknya bertujuan untuk menunjukan kepada publik bahwa hak angket cacat prosedur.

Ia menyatakan ketika DPR ingin dipercaya publik seharusnya menunjukan sikap kenegarawanannya.

(Baca: Fahri Hamzah, Fadli Zon dan 23 Anggota Pansus Angket Dilaporkan ke MKD)

"Ketika mau publik masih percaya, tapi kalau tidak didengar publiknya, maka jangan salahkan publik menilai DPR dengan citra negatif," papar Julius.

Meski beberapa anggota MKD saat ini tergabung dalam pansus angket KPK, Julius meyakini laporannya tetap akan diproses.

Ia pun merasa belum perlu menempuh jalur hukum seperti yang akan dilakukan KPK yang meminta tafsir kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait keabsahan hak angket.

"Bola panasnya itu ada di DPR itu sendiri. Jika DPR merasa gerah dituding mengintervensi kerja KPK ketika mengusut e-KTP maka mereka harus buktikan. Jika ada laporan ke MKD terkait temannya di pansus maka mereka harus mengusutnya secara objektif," tutur Julius.

Kolisi Tolak Hak Angket KPK melaporkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon serta 23 anggota panitia khusus (pansus) angket KPK ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

(Baca: ICW Nilai Pembentukan Hak Angket Bertujuan Lemahkan KPK)

Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyatakan koalisi melaporkan sejumlah nama tersebut karena melihat adanya dugaan pelanggaran kode etik terkait pebentukan hak angket terhadap KPK.

"Substansi laporan kami atas nama diduga Fahri Hamzah, Fadli Zon, dan 23 nama anggota yang terkait pansus. Subtansi hak angket bertentangan denga Undang-undang MD3. Ada ketentuan ketika menyusun hak angket oleh setengah anggota yang hadir," ujar Julius seusai menyerahkan berkas laporan ke sekretariat MKD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2017).

Kompas TV Hak Angket, Lemahkan KPK? - Dua Arah (Bag 4)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com