JAKARTA, KOMPAS.com -- Anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Ahmad Syafii Maarif mengatakan bahwa tugas UKP-PIP cukup berat.
"Kerja UKP-PIP ini berat. Bagaimana merebut kembali kepercayaan publik atas lembaga serupa ini," ujar Syafii di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (7/6/2017).
Sejak NKRI berdiri hingga saat ini, pemerintah sudah tiga kali membuat lembaga sosialisasi Pancasila. Pada era Orde Lama, Soekarno membentuk Tubapi (Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi).
Pada era Orde Baru, Soeharto juga dibentuk lembaga serupa dengan nama BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) yang bertugas merancang program penatara Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
(Baca: Bagaimana UKP-PIP Sosialisasikan Pancasila dengan Cara Kekinian?)
Syafii mengatakan, dua lembaga itu gagal. Saat ini, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla kembali membentuk lembaga dengan tugas pokok fungsi yang kurang lebih sama, yakni bernama UKP-PIP.
"UKP-PIP ini adalah yang ketiga. Nah ini harus berhasil. Kalau tidak berhasil juga, menurut saya, kasihan negara kita ini," ujar Syafii.
Tantangan terberat kerja UKP-PIP, menurut Syafii, adalah belum terciptanya keadilan ekonomi dan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Tantangan terbesarnya adalah bagaimana membawa Pancasila dengan nilai luhurnya itu turun ke bawah, terutama sila ke-5. Karena ketimpangan sosial ekonomi kita tajam sekali. Ini yang saya rasa penting untuk melawan radikalisme dan sebagainya itu," ujar Syafii.
Soal strategi apa yang akan dijalankan UKP-PIP demi mensosialisasikan nilai Pancasila kepada seluruh masyarakat Indonesia, Syafii mengaku, UKPK-PIP belum menentukannya. Jajarannya akan menggelar rapat terlebih dahulu untuk melangkah ke arah tersebut.