Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis dalam Jurnalisme

Kompas.com - 15/05/2017, 22:04 WIB

oleh: SH Sarundajang

Media berita telah menjadi kunci penggerak jurnalisme bagi masyarakat pada masa lalu. Namun, perkembangan dekade terakhir telah mengubah pemahaman ini.

Teknologi, ekonomi, dan transformasi politik yang tak terelakkan membentuk kembali lanskap komunikasi. Peliputan peristiwa-peristiwa besar seperti pemilihan umum serta referendum belakangan ini telah menimbulkan banyak pertanyaan tentang kualitas, dampak, dan kredibilitas jurnalisme, dengan kepentingan yang sangat luas.

Ada pemahaman bahwa media tradisional kehilangan kontrol atas definisi pemberitaan dan posisi utamanya sebagai sumber utama berita masyarakat. Hal ini telah digantikan desentralisasi, teknologi media yang diatur sesuka hati. Yang lain berpendapat bahwa merek berita tradisional tetap penting bagi generasi berita asli dan informasi tepercaya, serta setidaknya dalam teori merupakan jaminan kredibilitas.

Ada juga pandangan yang menyambut perluasan pluralisme media melalui munculnya media sosial, dan melihat ini sebagai alternatif selain jurnalisme tradisional (mainstream) yang terlalu sering mengalami penurunan dari standar profesional. Namun, perspektif lain menyesalkan potensi yangdisediakanmedsos bagi masyarakat, justru terperangkap dalam kepompong informasi yang tertutup serta ketidakmampuannya untuk membedakan kebenaran dari rekayasa.

Adalah benar yang disampaikan John Lloyd, wartawan harian Financial Times, yang menyampaikan bahwa ”surutnyaperan surat kabar secara fisik dan berpindah ke media internet telah menempatkannya ke dalam arus besar informasi, fantasi, bocoran, teori konspirasi, ekspresi kebajikan dan kebencian”.

Penurunan jumlah audiens media tradisional (televisi, radio, dan media cetak), menurunnya profit, serta klaim melebarnya kesenjangan antara media dan publik, berkembang biaknya hoaks(fake news) terkait peliputan sejumlah peristiwa politik besar pada tahun 2016 merupakan tantangan besar yang berdampak pada sektor media. Seperti halnya di negara lain, Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengguna media sosial terbanyak di dunia juga sedang menghadapi tantangan penyebaran berita hoaks yang sangat meresahkan.

Fabrizio Moreira, politisi asal Ekuador yang hijrah ke Amerika Serikat karena menentang pemerintahan Rafael Carrera, mengatakan, ”Berita bohong dapat dengan sederhananya telah menyebarkan informasi yang keliru atau dengan bahayanya memoles propaganda yang penuh dengan kebencian.”

Apakah permasalahan yang dihadapi jurnalisme sebenarnya adalah masalah dengan budaya kita sendiri? Robert Biezenski, seorang profesor sosiologi, merasa bahwa di negara-negara lain media sedang memainkan peranan penting dalam perubahan di masyarakat. Surat kabar Barat sering kali hanya memberitakan pengungkapan masalah tanpa melihat perannya untuk menggerakkan masyarakat untuk peduli atau memecahkan masalah tersebut, sedangkan di bagian dunia lainnya dapat melihatnya.

Biezenski menunjuk pada Amerika Latin di mana kegiatan medianya sangat terkait dengan aktivitas politik dan selalu berpihak sebelah, dan ketika pemberitaannya terlalu jauh melangkah, sudah pasti akan terjadi kekerasan, wartawan terbunuh atau ditembak. Hal tersebut tidak terjadi di Amerika Utara karena jurnalis lebih menyentuh ke hal-hal yang praktis, berita entertaint dan sports. Dalam artian bahwa berita yang disampaikan tidak membuat jurnalisnya ”layak untuk terbunuh”. Sangat jarang menyentuh kepada sistem secara utuh yang berefek kepada kritik sosial, lebih kepada individu.

(Baca juga: Dilema Jurnalisme Modern: Privasi, Anonimitas, dan Enkripsi)

Media dan politik

Seperti halnya kondisi di Amerika Latin, media di Indonesia yang sebagian besar dimiliki pengusaha dan politisi pastinya akan memprioritaskan pemberitaan yang berat sebelah/berpihak. Stephen Whitworth, Pemimpin Redaksi Prairie Dog, berpendapat, sangatlah penting memastikan bahwa Anda terhubung dengan pembaca dan bahwa audiens Anda merasakan koran Anda adalah sesuatu yang nyaman untuk diambil dan dibaca.

Fokus jurnalisme bukan hanya fakta dari cerita, melainkan juga kemampuan untuk membentuk pemahaman akan cerita tersebut. Jurnalisme adalah sebuah proses seni. Jika Anda tidak memahami seni untuk berkomunikasi, menjangkau orang, dan menulis; Anda tidak akan dapat terhubung dengan masyarakat. Presentasi adalah penting untuk mendistribusikan informasi.

Keterikatan jurnalisme terhadap publik adalah bagaimana jurnalisme tersebut menjadi sesuatu yang dapat memperkuat kembali wacana publik dan ketertarikan mereka dalam politik. Jurnalisme harus menarik, dan relevan kepada publik. Apa yang terjadi saat ini adalah menarik, tetapi apa yang terjadi hari ini dan memberikan implikasi kepada kualitas hidup Anda di masa depan adalah penting.

Siapa pun yang menggeluti jurnalisme hendaknya terus bekerja menghadapi segala tantangan yang ada dan terus berupaya untuk mendidik masyarakat tentang apa yang sedang dikerjakan serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terbiasa dengan keberadaan media alternatif lainnya. Fakta menunjukkan sebuah koran ”alternatif” di Seattle bahkan mampu memenangi penghargaan bergengsi jurnalisme, Pulitzer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com