Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kontroversi Sebar Data E-KTP Pendukung Ahok, Jokowi Diminta Copot Tjahjo Kumolo

Kompas.com - 12/05/2017, 19:18 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi (Gema Demokrasi) mendesak Presiden RI Joko Widodo mencopot jabatan Tjahjo Kumolo dari jabatannya sebagai Menteri Dalam Negeri.

Desakan itu muncul lantaran Tjahjo dinilai melanggar banyak peraturan perundang-undangan. Politisi PDI-P tersebut dinilai telah melanggar sejumlah Undang-undang diantaranya UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Hak Asasi Manusia, UU Keterbukaan Informasi Publik, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi karena menyebarkan e-KTP seorang Warga Negara.

"Untuk itu kami mendesak Presiden Jokowi mencopot jabatan Tjahjo Kumolo dari jabatannya sebagai Menteri Dalam Negeri," kata juru bicara Gema Demokrasi Arfi Bambani melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (12/5/2017).

(Baca: Mendagri Peringatkan Wanita yang Kritik Jokowi saat Berorasi Bela Ahok)

Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia itu pun menyatakan, Gema Demokrasi mendesak aparat penegak hukum untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dan HAM yang dilakukan Tjahjo Kumolo. Tjahjo Kumolo juga diminta untuk secara terbuka meminta maaf kepada seluruh Warga Negara Indonesia.

"Gema Demokrasi mendesak Presiden dan para pembantunya untuk melindungi, menghormati, dan menghargai hak konstitusi warga negara atas kebebasan berpendapat serta berekspresi. Bahkan tidak melakukan kriminalisasi ataupun tindakan represif atas pelaksanaan hak tersebut," kata Arfi.

Gema Demokrasi juga berharap kepada redaksi media untuk tidak menyebarkan data e-KTP warga negara tersebut tanpa seizin pemilik data untuk menghindari pelanggaran hukum dan kode etik jurnalistik.

(Baca: Dianggap Kritik Jokowi, Pendukung Ahok Ini Enggan Tanggapi Ancaman Mendagri)

"Bagi yang telah terlanjur mencantumkan data e-KTP warga tersebut, kami imbau untuk mencabut gambar atau data pribadi warga negara tersebut," kata Arfi.

Di sisi lain, imbuh Arfi, pemerintah seharusnya mengingat bahwa kritik terhadap pemerintah selaku pejabat publik dan kinerjanya adalah hal yang diperbolehkan bahkan dilindungi oleh konstitusi.

Tjahjo Kumolo, juga harus ingat bahwa dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 Mahkamah Konstitusi telah mencabut Pasal 134, Pasal 136 bis, serta Pasal 137 KUHP. Ketentuan tersebut mengatur bagaimana penyerangan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden. Putusan MK menyatakan, pasal-pasal itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Sehingga dia (Tjahjo) tidak bisa mengatasnamakan Presiden dan mengancam akan melaporkan ke polisi," ucap Arfi.

Kompas TV Mendagri Tjahjo Kumolo Bicara Soal Vonis Ahok (Bag. 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com