JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menilai penyebab banyaknya serangan politik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah penanganan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"Secara politik, apa yang dilakukan KPK mengundang spekulasi dan mengundang orang-orang yang seharusnya diduga korupsi, mencari peluru untuk menyerang balik KPK," kata Doli saat menjadi narasumber dalam diskusi Jaringan Masyarakat Antikorupsi di Jakarta, Minggu (7/5/2017).
Menurut Doli, salah satu serangan balik kepada KPK adalah penggunaan hak angket DPR.
Dalam kasus e-KTP, sejumlah anggota DPR disebut menerima uang dan terlibat dalam korupsi yang diduga menelan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun.
(Baca: Masinton Sebut Novel Baswedan Beri Keterangan Palsu di Sidang E-KTP)
Penggunaan hak angket diawali keterangan penyidik KPK Novel Baswedan saat bersaksi di persidangan.
Novel yang dikonfrontasi dengan anggota DPR, Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.
Menurut Novel, hal itu dikatakan Miryam saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
Mengutip Miryam, Novel mengatakan politisi Hanura itu ditekan oleh sejumlah anggota DPR dari Komisi III.
(Baca: 7 Fakta Menarik dalam Sidang ke-12 Kasus Korupsi E-KTP)
Meski demikian, Doli meminta KPK secara serius membongkar keterlibatan politisi yang terlibat dalam kasus e-KTP. Menurut Doli, penegakan hukum seharusnya tidak dapat diintervensi oleh politik.
"Saya meminta KPK tidak boleh main-main dan harus sungguh-sungguh, karena rakyat ada di belakang KPK," kata Doli.