Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Mantan Pimpinan KPK yang Enggan Buat E-KTP

Kompas.com - 24/03/2017, 19:29 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra Hamzah bercerita mengenai dirinya yang enggan beralih dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) konvensional menjadi KTP elektronik (e-KTP).

Bahkan hingga kini, ia tak pernah mau mengurus pembuatan e-KTP.

"Sampai sekarang saya enggak pernah urus e-KTP. Saya masih bertahan," kata Chandra dalam acara Peluncuran dan Diskusi Buku "Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia" di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (24/3/2017).

Dalam kesempatan tersebut Chandra sebagai pembicara sedang bicara soal teknologi informasi yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencegah korupsi.

(Baca: KPK Tak Ragu Proses Hukum Nama-nama Besar di Kasus E-KTP)

Mesin, kata dia, tak bisa diajak berkompromi atau bernegosiasi. Sedangkan korupsi muncul salah satunya karena budaya silaturahmi yang berkembang di Indonesia.

Chandra pun menyebut proyek e-KTP yang bisa dirancang sebagai sistem untuk mencegah orang-orang bersembunyi dari kejahatan.

"Cuma permasalahannya, program e-KTP dan program lainnya pendekatannya bukan program tapi proyek. Sehingga konsepnya bertentangan dengan yang KPK pernah usulkan," ucap Chandra.

Namun, saat ditanyakan lebih lanjut mengenai hal tersebut, Chandra enggan berkomentar banyak.

Ia hanya mengatakan bahwa dasar filosofi sistem e-KTP tersebut salah.

Namun, meski tak memiliki e-KTP, Chandra mengaku tak kesulitan mengurus segala keperluan birokrasi.

Meski dalam beberapa aturan, e-KTP kerap dimasukan sebagai syarat utama. "Enggak (susah). Mungkin karena saya sudah ngetop kali ya," tuturnya lalu tertawa.

(Baca: Menanti Kesaksian Penerima Uang Korupsi e-KTP...)

Adapun kasus dugaan korupsi e-KTP saat ini sudah memasuki tahap persidangan. Tiga tersangka telah ditetapkan.

Dua tersangka kini berstatus terdakwa yaitu Irman dan Sugiharto. Sugiharto merupakan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri sedangkan Irman merupakan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.

Sementara satu tersangka baru ditetapkan Kamis (23/3/2017) kemarin yaitu pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.

Kompas TV Sidang lanjutan dugaan korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, diwarnai drama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com