Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perangi Kejahatan Seksual hingga Tuntas

Kompas.com - 21/03/2017, 17:11 WIB

"Lindungi Anak Anda dari Predator Seksual!". Kalimat peringatan ini belakangan banyak muncul di media massa ataupun media sosial menyusul meningkatnya kasus kejahatan seksual terhadap anak. Kasusnya variatif dan sangat kompleks, bahkan modusnya pun semakin canggih.

Sepekan terakhir, kasus kekerasan seksual terhadap anak jadi sorotan baik di media arus utama maupun media sosial. Belum selesai orang membicarakan kejahatan berbasis siber dengan anak yang menjadi korban paedofil, sejumlah kasus pemerkosaan terhadap anak terungkap.

Sudah hampir satu tahun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diundangkan. Seharusnya ini memberikan efek jera karena UU itu tidak hanya memberikan pemberatan sanksi pidana dan pengumuman identitas pelaku, tetapi juga ada ancaman hukum tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik untuk pelaku berusia dewasa.

Terus berulang dan terungkapnya kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak di satu sisi semakin menebar kerisauan, kekhawatiran, bahkan ketakutan di tengah masyarakat. Namun, di sisi lain, hal itu menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat, terutama jumlah korban yang melapor semakin banyak.

Kekerasan seksual terhadap anak merupakan fenomena gunung es yang saat ini mulai mencair. Dari Survei Kekerasan Anak Indonesia kerja sama Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), serta sejumlah lembaga pada 2014 ditemukan, prevalensi kekerasan seksual pada kelompok laki-laki dan perempuan usia 18-24 tahun tinggi. Jenis kekerasan seksual sebelum umur 18 tahun yang dialami anak laki-laki sebesar 6,36 persen dan anak perempuan 6,28 persen.

"Bayangkan kalau 6 persen lebih dari sekitar 87 juta anak Indonesia, berarti ada 400.000 lebih anak yang kena kekerasan seksual," ujar Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA Pribudiarta Nur Sitepu.

Persepsi berubah

Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Reza Indragiri Amriel menilai, keberanian mulai tumbuh di masyarakat karena persepsi masyarakat sudah berubah. Dahulu orang tidak berani bicara karena kejadian kekerasan seksual, apalagi pemerkosaan, dianggap aib bagi keluarga. "Tapi, sekarang anak-anak tidak lagi bisa dipaksa untuk tutup mulut," ujar Reza.

Selain itu, gencarnya pemberitaan media massa dan kinerja kepolisian dalam membongkar kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak membuat isu kekerasan seksual terhadap anak mendapat perhatian publik sehingga data kasus terlihat semakin tinggi.

Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada 2011 ada 216 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan, pada 2014 sebanyak 656 kasus (Kompas, 16/12/2015). Pada 2016, KPAI menerima 3.581 kasus pengaduan masyarakat. Dari jumlah itu, sebanyak 414 kasus merupakan kasus kejahatan anak berbasis siber (Kompas, 17/3/2017).

Kasus demi kasus terus terjadi, menurut Wakil Ketua KPAI Susanto, karena perlindungan terhadap anak baik di rumah, masyarakat, maupun sekolah masih sangat lemah. "Teknologi dan informasi belum ramah anak, bahkan justru banyak anak jadi korban kejahatan seksual karena lemahnya literasi menggunakan internet. Selain itu, kasus-kasus prostitusi dalam jaringan menunjukkan, anak sering kali dijadikan komoditas untuk kepentingan ekonomi," kata Susanto.

Aktivis perempuan Evi Douren mengatakan, selama ini kasus kekerasan seksual terhadap anak terlambat diketahui. Ini karena ketika korban mengungkapkan dirinya mengalami kekerasan seksual dari pelaku yang masih keluarga, sering kali orangtua atau keluarga korban tak bisa menerima hal itu.

Dalam hal ini, perhatian orangtua adalah kuncinya. Pengungkapan kasus terlambat justru karena sikap orangtua yang menganggap cerita anaknya berlebihan atau mereka tak memercayai cerita sang anak. Orangtua juga harus memberikan pendidikan seksualitas terhadap anak-anak yang disesuaikan dengan usia anak.

Berulangnya kekerasan seksual terhadap anak tidak terlepas dari lemahnya penegakan hukum. Apalagi, perhatian publik hanya pada saat kasus tersebut diungkap. Selanjutnya, nyaris tidak ada yang mengikuti kasusnya sampai tuntas. Lemahnya pengawasan masyarakat membuat penegakan hukum berjalan setengah hati.

Banyak kasus berhenti di tengah jalan. Ironisnya, ada oknum penegak hukum yang justru menawarkan mediasi antara pelaku seksual dan korban. Pengamatan KPPA, sejumlah proses hukum kasus kekerasan seksual terhadap anak berhenti dan tidak sampai ke pengadilan karena kasusnya dicabut oleh para korban. Lemahnya pengawasan membuat para korban dan keluarga tak berdaya menghadapi tekanan, apalagi jika pelakunya memiliki kekuatan ekonomi dan kekuasaan.

Karena itulah, Reza menyatakan, jika memang pemerintah memandang kejahatan seksual adalah kejahatan luar biasa, seharusnya penindakannya juga luar biasa. Misalnya, wajah para pelaku kejahatan seksual terhadap anak dipampang seperti pelaku teroris dan korupsi.

(SONYA HELLEN SINOMBOR)
--
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Maret 2017, di halaman 12 dengan judul "Perangi Kejahatan Seksual hingga Tuntas".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com