Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukat UGM Nilai Proses Hukum Kasus E-KTP Tak Bikin Gaduh

Kompas.com - 09/03/2017, 23:29 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zainal Arifin Mochtar, menilai proses hukum pada kasus korupsi E-KTP harus terus berjalan meski menyeret sejumlah politisi ternama di Indonesia.

Zainal pun meyakini proses hukum terhadap kasus tersebut tak akan menimbulkan kegaduhan seperti yang disampaikan Ketua DPR Setya Novanto.

"Proses hukum pada kasus korupsi E-KTP enggak bikin gaduh. Yang bikin gaduh ya mereka yang melanggar hukum dengan cara korupsi. Itu kritik saya buat Setya Novanto yang bilang proses hukum kasus E-KTP jangan gaduh," kata Zainal saat ditemui di Jakarta, Kamis (9/3/2017).

"Seharusnya Setya Novanto ingatkan teman-temannya di DPR supaya tidak korupsi dan akhirnya bikin gaduh," lanjut Zainal.

Terlebih, kata Zainal, proses hukum tidak boleh diintervensi oleh kepentingan politik. Sebab, sudah semestinya hukum bekerja untuk menegakan keadilan, tanpa harus memperhitungkan kegaduhan yang ditimbulkan.

Karena itu, Zainal mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu mengkhawatirkan ihwal keterlibatan nama-nama besar dalam korupsi yang kerugiannya diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun tersebut.

"Jadi KPK tak perlu mengkhawatirkan itu, yang penting proses hukum harus terus berjalan untuk menuntaskan kasus korupsi E-KTP ini karena proses hukum tak boleh diintervensi," tutur Zainal.

Sebelumnya Ketua DPR RI, Setya Novanto setuju kasus korupsi proyek e-KTP diusut hingga tuntas.

Namun, Setya Novanto yang juga pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus ini meminta agar pengusutan kasus korupsi e-KTP tidak gaduh.

(Baca: Setya Novanto Harap Sidang Korupsi E-KTP Tak Timbulkan Kegaduhan Politik)

Diketahui Ketua DPR RI Setya Novanto disebut terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Setya Novanto diberi jatah Rp 574 miliar dari total nilai pengadaan e-KTP.

Novanto diduga menjadi pendorong disetujuinya anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.

(Baca: Dakwaan Kasus E-KTP: Novanto, Anas, Nazaruddin Sepakat Bagi-bagi Rp 2,5 Triliun)

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

"Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong mendapat bagian sebesar 11 persen, atau sejumlah Rp 574,2 miliar," ujar jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Kompas TV Ketua DPR Setya Novanto bersumpah kepada sang khalik tidak pernah menerima aliran dana apapun dari kasus dugaan korupsi e-KTP. Pernyataan Novanto sekaligus membantah tuduhan yang diberitakan di beberapa media terkait aliran dana e-KTP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com