Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peran Setya Novanto, Gamawan, hingga Olly Dondokambey Akan Diungkap di Pengadilan

Kompas.com - 03/03/2017, 20:45 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah nama besar pernah disebut dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Dalam kasus ini, beberapa pejabat negara pernah menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Beberapa di antaranya adalah mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto,  Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, hingga Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly juga pernah dua kali dipanggil untuk diperiksa penyidik KPK.

Namun, Laoly berhalangan dalam dua kali pemanggilan itu.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, nama-nama yang muncul dalam indikasi korupsi proyek e-KTP akan disampaikan lengkap di pengadilan.

Febri menyebutkan, dalam kasus ini ada sekitar 300 saksi yang beberapa di antaranya adalah nama besar di bidang politik, birokrasi dan swasta.

"Akan kami lihat apa perannya dan apakah ada aliran dana, karena dalam kasus ini kami mulai melakukan penelusuran mulai dari tahap perencanaan," ujar Febri, di Gedung KPK Jakarta, Jumat (3/3/2017).

Sebelumnya, KPK menyerahkan berkas penyidikan setebal 24.000 lembar untuk dua tersangka dalam kasus e-KTP. Berkas diserahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kedua tersangka tersebut adalah mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.

Menurut KPK, proyek pengadaan KTP elektronik tersebut senilai Rp 6 triliun. Namun, terdapat indikasi kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 2 triliun.

KPK menduga kerugian negara tersebut tidak hanya ditimbulkan oleh Irman dan Sugiharto.

Dalam proses penyidikan, KPK menerima penyerahan uang sekitar Rp 220 miliar dari pihak korporasi. Uang tersebut berasal dari 5 perusahaan dan 1 konsorsium.

Selain itu, KPK juga menerima penyerahan uang senilai Rp 30 miliar dari 14 orang.

Menurut Febri, sebagian dari 14 orang tersebut adalah anggota DPR yang pernah terlibat dalam proyek pengadaan e-KTP.

"Kasus sudah mulai, dakwaan akan dibacakan, dan kami akan jalankan terus penanganan perkara ini," kata Febri.

Kompas TV Salah satu skandal korupsi terbesar akan segera masuk masa persidangan. Kasus korupsi E-KTP merugikan negara sebesar Rp 2 Triliun akan naik ke meja hijau. Komisi Pemberantasan Korupsi menghabiskan waktu tiga tahun untuk menyelidiki skandal korupsi pengadaan E-KTP. Proyek E-KTP sebesar Rp 5,9 Triliun yang disetujui DPR itu diduga telah diselewengkan sejumlah pejabat baik eksekutif dan legislatif. Selama tiga tahun ini, KPK telah memeriksa 283 orang sebagai saksi. Mereka terdiri dari politisi, pengusaha, hingga pejabat dan mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri. Proyek E-KTP merugikan negara sebesar Rp 2,3 Triliun. Jumlah ini bukan uang yang sedikit. Dengan uang Rp 2,3 Triliun, negara bisa menggaji 18.800 orang guru senior selama setahun atau 100 rumah sakit di daerah. Kini, berkas perkara dugaan korupsi E-KTP akan segera masuk ke meja hijau. Tak tanggung-tanggung, 24.000 lembar berkas telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat. Berkas yang dilimpahkan merupakan perkara dari dua tersangka, yakni pejabat komitmen proyek E-KTP di Kemendagri, Sugiharto dan kuasa anggaran dalam proyek E-KTP, Irman, yang merupakan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. KPK meyakini masih ada aktor lain yang ikut menikmati uang dari hasil dugaan korupsi skandal proyek E-KTP ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com