Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Izin Perusahaan yang Berangkatkan Sri Rabitah Sudah Dicabut

Kompas.com - 01/03/2017, 13:16 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI telah mencabut izin beroperasi PT Falah Rima Hudaity Bersaudara, perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) atau sebelumnya dikenal sebagai Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).

PT Falah Rima Hudaity Bersaudara adalah perusahaan yang memberangkatkan Sri Rabitah, TKI asal Lombok Utara yang mengaku menjadi korban pencurian ginjal di Qatar.

Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kemenaker RI, R Soes Hindharno mengatakan, pencabutan izin beroperasi itu dilakukan pada akhir Desember 2016.

“Izin operasi PT Falah Rima Hudaity Bersaudara dicabut bersama 44 PPTKIS yang lain,” kata Soes melalui keterangan tertulis, Rabu (1/3/2017).

(Baca: BNP2TKI Minta Pemeriksaan Organ Sri Rabitah di RS Polri Jakarta)

Namun, kata Soes, alasan pencabutan izin perusahaan itu tidak terkait dengan kasus Sri Rabitah, melainkan karena terbitnya aturan soal pengiriman TKW sektor informal ke kawasan Timur Tengah.

Menurut Soes, sejak Mei 2015 telah terbit Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260/2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.

 

Karena aturan itulah izin PT Falah dicabut.

Soes mengatakan, meskipun izin beroperasinya telah dicabut, namun semestinya perusahaan yang berlokasi di Kramatjati Jakarta Timur tersebut tetap bertanggungjawab terhadap nasib tenaga kerja yang disalurkannya.

"Termasuk bertanggungjawab atas nasib dan penyelesian kasus yang menimpa Sri Rabitah," kata dia.

Ia mengatakan, jika dugaan pencurian organ ginjal yang dialami Sri itu, Kemenaker akan mengusut dan memeriksa sejauh mana keterlibatan PT Falah Rima Hudaity Bersaudara.

Sebelumnya, Sri mengaku kehilangan ginjal saat bekerja di Qatar pada 2014 silam. Ia menduga ginjalnya diambil saat majikannya mengajak untuk cek kesehatan di satu rumah sakit di negara tersebut.  

(Baca: Sejak di Qatar, Sri Rabitah Tak Pernah Lapor KBRI Doha)

Sementara itu, beberapa waktu lalu, hasil pemeriksaan rumah sakit di NTB menyatakan bahwa ginjal Sri masih lengkap. Namun, memang ditemukan benda menyerupai selang yang terpasang didalam tubuh sri.

Benda tersebut untuk memperlancar aliran urin yang keluar.

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) meminta Sri kembali melakukan pengecekan di RS Polri Jakarta.

Seiring dengan itu, Kementerian luar negeri juga meminta rekam medis dari pihak rumah sakit di Qatar yang telah memeriksa Sri saat itu. Hal ini untuk membuktikan benar atau tidaknya dugaan pengambilan ginjal milik Sri.

Kompas TV Sri Rabitah, sempat memaparkan kisah pahit yang dialaminya, saat tiba di Qatar. Tak hanya mendapat siksaan dari majikan, sri juga ternyata sempat mendapat perlakuan tidak manusiawi dari orang Indonesia yang menjadi agensi perwakilan perusahaan penampungan TKI di Qatar. Niat Sri Rabitah mencari penghidupan yang lebih baik dengan menjadi buruh migran di Qatar, terpaksa kandas di tengah jalan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com