Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembalian Kewenangan KY Awasi Hakim MK Dinilai Mendesak

Kompas.com - 12/02/2017, 18:57 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi meminta kewenangan Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dikembalikan.

Ia menilai, tanpa kehadiran lembaga pengawasan eksternal pelangaran kode etik dan potensi korupsi di lembaga peradilan seperti MK, berpotensi terjadi.

"Pengawasan tentu harus ada di setiap lembaga negara. Apalagi sekelas peradilan," kata anggota koalisi Aradila Caesar di kawasan bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (12/2/2017).

Pengawasan hakim konstitusi dan hakim agung sebelumnya tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

(Baca: MK Dinilai Perlu Punya Badan Pengawasan Internal)

Namun, pada 2006, Mahkamah Agung mengajukan uji materi ke MK. Adapun putusan MK saat itu menyebutkan bahwa pengawasan terhadap hakim MA tetap, sedangkan pengawasan terhadap MK dianulir.

Adapun potongan putusan MK tersebut berbunyi: "Permohonan para Pemohon sepanjang menyangkut perluasan pengertian hakim menurut Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang meliputi hakim konstitusi terbukti bertentangan dengan UUD 1945 sehingga permohonan para Pemohon harus dikabulkan. Dengan demikian, untuk selanjutnya, hakim konstitusi tidak termasuk dalam pengertian hakim yang perilaku etiknya diawasi oleh Komisi Yudisial".

Sedangkan pada poin berikutnya yang berkaitan dengan pengawasan terhadap MA berbunyi: "...jika undang-undang menentukan bahwa hakim agung termasuk ke dalam pengertian hakim yang perilaku etiknya diawasi oleh KY secara eksternal, sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian di atas, maka Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa hal itu pun tidak bertentangan dengan UUD 1945."

(Baca: Pengawasan Eksternal terhadap MK Dinilai Perlu)

"Publik tidak memiliki pengawasan yang cukup baik. Jadi harus ada lembaga pengawas untuk jaga hakim MK supaya tidak tersandung kasus. Dan itu harus daru kemauan politik pemerintah," ujar Aradila.

Aradila menyebutkan, pemerintah dapat mengabaikan putusan MK terkait pengawasan hakim oleh KY.

Jika tidak, ia menduga tidak akan terjadi perbaikan kondisi peradilan di Indonesia.

"Yang paling penting lihat kondisi peradilan kita sekarang. Kalau semuanya balik ke putusan MK, saya rasa tidak ada perubahan di MK," ujar Aradila.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Nasional
Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Nasional
Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Nasional
Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Nasional
Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com