JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi meminta kewenangan Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dikembalikan.
Ia menilai, tanpa kehadiran lembaga pengawasan eksternal pelangaran kode etik dan potensi korupsi di lembaga peradilan seperti MK, berpotensi terjadi.
"Pengawasan tentu harus ada di setiap lembaga negara. Apalagi sekelas peradilan," kata anggota koalisi Aradila Caesar di kawasan bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (12/2/2017).
Pengawasan hakim konstitusi dan hakim agung sebelumnya tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
(Baca: MK Dinilai Perlu Punya Badan Pengawasan Internal)
Namun, pada 2006, Mahkamah Agung mengajukan uji materi ke MK. Adapun putusan MK saat itu menyebutkan bahwa pengawasan terhadap hakim MA tetap, sedangkan pengawasan terhadap MK dianulir.
Adapun potongan putusan MK tersebut berbunyi: "Permohonan para Pemohon sepanjang menyangkut perluasan pengertian hakim menurut Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang meliputi hakim konstitusi terbukti bertentangan dengan UUD 1945 sehingga permohonan para Pemohon harus dikabulkan. Dengan demikian, untuk selanjutnya, hakim konstitusi tidak termasuk dalam pengertian hakim yang perilaku etiknya diawasi oleh Komisi Yudisial".
Sedangkan pada poin berikutnya yang berkaitan dengan pengawasan terhadap MA berbunyi: "...jika undang-undang menentukan bahwa hakim agung termasuk ke dalam pengertian hakim yang perilaku etiknya diawasi oleh KY secara eksternal, sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian di atas, maka Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa hal itu pun tidak bertentangan dengan UUD 1945."
(Baca: Pengawasan Eksternal terhadap MK Dinilai Perlu)
"Publik tidak memiliki pengawasan yang cukup baik. Jadi harus ada lembaga pengawas untuk jaga hakim MK supaya tidak tersandung kasus. Dan itu harus daru kemauan politik pemerintah," ujar Aradila.
Aradila menyebutkan, pemerintah dapat mengabaikan putusan MK terkait pengawasan hakim oleh KY.
Jika tidak, ia menduga tidak akan terjadi perbaikan kondisi peradilan di Indonesia.
"Yang paling penting lihat kondisi peradilan kita sekarang. Kalau semuanya balik ke putusan MK, saya rasa tidak ada perubahan di MK," ujar Aradila.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.