JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Etik Mahkamah Konstitusi Abdul Mukhtie Fajar berpendapat, putusan perkara uji materi sedianya bisa dipublikasi segera oleh MK, setelah ditetapkan dalam RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim).
Hal itu guna menghindari terjadinya praktik jual-beli informasi putusan.
"Ada metodologi baru, tidak ada sesuatu yang dirahasiakan, Misalnya di RPH uji materi dikabulkan, mungkin hanya diumumkan bahwa itu dikabulkan, ditampilkan di-website bahwa itu dikabulkan, atau sebagian (dikabulkan)," ujar Mukhtie kepada wartawan, Rabu (1/2/2017).
(baca: KPK Tegaskan Patrialis Sudah Terima Uang Suap)
Menurut Mukhtie, yang diduga terjadi pada kasus Patrialis Akbar adalah jual beli informasi putusan MK, bukan mengupayakan agar permintaan pemohon uji materi diterima.
Sebab, sangat sulit bagi satu hakim memengaruhi delapan hakim konstitusi lainnya.
Oleh karena itu, jika publikasi putusan bisa dilakukan dengan segera, maka publik bisa tahu informasi terbaru mengenai putusan yang baru saja dibuat MK.
Cara ini, diakui Mukhtie, memang bisa membuat pelaksanaan sidang putusan nantinya menjadi tidak menarik. Sebab, publik sudah tahu putusan dari MK.
(baca: Wiranto: Kalau Kebobolan, Ada yang Salah dalam Seleksi Patrialis)
Adapun hal lain yang menarik perhatian saat sidang putusan tersebut, yakni perihal pertimbangan hakim dalam membuat keputusan. Namun demikian, cara ini bisa menjadi cara pencegahan praktik jual beli informasi.
"Sejak awal itu dipublikasi dulu, baru (sidang berikutnya) dilengkapi. Sehingga masyarakat sudah tahu putusan dikabulkan, mungkin pada sidang tidak menarik lagi," ujarnya.
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.