JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, banyaknya warga negara Indonesia yang bertolak ke Suriah dan bergabung dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), harus menjadi perhatian khusus semua pihak.
Terakhir, sebanyak 17 WNI dideportasi dari Turki saat transit menuju Suriah.
Rikwanto menekankan keterlibatan pemerintah daerah untuk mencegah warga negara terhasut oleh kelompok militan.
"Kita harapkan pemerintah daerah ikut berkiprah juga dengan kepolisian dan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), untuk bagaimana warganya tidak terhasut," ujar Rikwanto di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (24/1/2017).
(Baca: Polisi: 17 WNI yang Hendak ke Suriah Korban Iming-iming ISIS)
Rikwanto mengatakan, perekrut memiliki beragam cara untuk membujuk WNI agar bersedia pindah ke Suriah.
Orang-orang yang terbujuk pun tak semata-mata ingin bergabung dengan ISIS, tapi ada juga yang ingin memperbaiki kondisi ekonomi.
Rikwanto mengatakan, banyak dari mereka menerima informasi yang salah soal ISIS. Mereka dijanjikan kehidupan layak yang berlandaskan ajaran Islam di sana.
Namun, kenyataannya, mereka dipersiapkan untuk berperang.
"Peran serta Forkominda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) diharapkan aktif untuk mereka bisa dicegah berangkat ke Suriah dan dicegah untuk masuknya informasi-informasi yang tidak benar tentang Suriah atau ISIS itu," kata Rikwanto.
(Baca: Polisi Telusuri Sponsor Keberangkatan 17 WNI ke Suriah)
Modus menghasut pun bermacam-macam. Biasanya para perekrut membujuk korban lewat media sosial dan komunikasi tatap muka.
Untuk kasus 17 WNI yang dideportasi beberapa hari lalu, polisi akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah di mana mereka tinggal.
Pemerintah daerah diharapkan bisa menjemput ke-17 WNI yang saat ini berada di Dinas Sosial DKI Jakarta di Rutan Pondok Bambu, untuk dikembalikan ke keluarga masing-masing.
"Kita harapkan Pemda setempat membina mereka-mereka yang sudah terlanjur terhasut untuk mau berangkat ke ISIS lewat Turki," kata Rikwanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.