Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Hasil Riset Pemuda Muhammadiyah soal Jual Beli Jabatan

Kompas.com - 23/01/2017, 14:51 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemuda Muhammadiyah melakukan riset di 10 daerah soal modus jual beli jabatan.

Riset ini dilakukan pada 2-16 Januari 2017 di Aceh, Sumatera Utara, Banten, Babel, Papua Barat, Deli Serdang, Klaten, Binjai, Tangsel, dan Pariaman.

Dari riset yang dilakukan dengan metodologi wawancara mendalam, focus group discussion (FGD), dan studi literasi itu, diketahui bahwa praktik  jual beli jabatan seringkali terjadi sebelum dan sesudah pelaksanaan Pilkada.

"Modus jual beli jabatan dilakukan sebelum dan setelah Pilkada. Modusnya politisasi ASN, bandit anggaran, keuntungan dengan jual beli jabatan," kata Wakil Direktur Madrasah Antikorupsi Virgo Sulianto, di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (23/1/2017).

Virgo menyebutkan, ada balas budi dan balas dendam terhadap ASN yang mendukung petahana setelah penyelenggaraan Pilkada.

Jika ASN menolak untuk terlibat, akan dilakukan mutasi jabatan sebagai balas dendam dari pejabat petahana.

Menurut Virgo, jual beli jabatan lebih banyak terjadi pada pemilihan kepala daerah baru.

Reformasi birokrasi menjadi alasan untuk melakukan perombakan ASN.

"Lebih banyak kepala daerah baru, yang bukan petahana, jual beli jabatan. Alasan reformasi birokrasi, perbaikan tata kelola, tapi sistem merit tidak bekerja," ujar Virgo.

Peluang jual beli jabatan dapat terjadi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Dalam PP 18/2016, jumlah Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) dibuat dengan Peraturan Daerah yang ditentukan oleh Pemda dan DPRD.

"Berimplikasi pada jual beli jabatan dan pengangkatan ASN. Kewenangan mutasi dan jabatan juga diberikan kepada Plt (pelaksana tugas). Plt punya potensi jual jabatan," ujar Virgo.

Ia menyebutkan, berdasarkan sampel 10 daerah, harga jual beli jabatan berkisar antara Rp 100 juta hingga Rp 400 juta.

Umumnya, pembayaran pembelian jabatan dilakukan dengan uang muka sekitar 20-30 persen.

"Dengan uang muka 20 sampai 30 persen, dia akan angsur. Yaitu melalui potongan proyek, biaya harian, perjalanan dinas. Apalagi kalau SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) basah. Korupsi terus bergulir," papar Virgo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com