JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Aliansi Indonesia Damai (AIDA) Hasibullah Satrawi mengatakan, hingga kini belum ada korban bom yang mendapat kompensasi dari pemerintah.
Hal itu disampaikan Hasibullah, dalam acara peringatan satu tahun bom Thamrin.
"Sejauh yang saya ikuti dari testimoni mereka, tidak ada satu pun yang dapat kompensasi," kata Hasibullah usai mendengar cerita pada korban bom di aula Dewan Pers, Jakarta, Sabtu (14/1/2017).
Hasibullah mengatakan, kompensasi dapat diberikan melalui putusan pengadilan terhadap pelaku peledakan bom berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme.
Namun, hal itu sulit dicapai lantaran pelaku sering kali sudah tidak bernyawa usai bom meledak.
Kompensasi yang didapat korban, misalnya datang melalui putusan bom JW Marriott pada 17 Juli 2009 lalu. Bom bunuh diri itu menewaskan sekitar 9 orang dan melukai lebih dari 50 orang, baik WNI dan WNA.
Adapun korban lainnya, yang tak dijadikan saksi, tidak masuk daftar pengadilan.
"Korban tidak tahu kalau ada haknya. Bahkan di putusan bom JW Marriott itu. Selama ini kita tidak pernah sadar mengenai korban," ujar Hasibullah.
Oleh karena itu, menurut Hasibullah, pemberian kompensasi dapat dilakukan melalui mekanisme assessment oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah.
Besaran biaya kompensasi, lanjut dia, harus memiliki perhitungan yang berbeda bagi setiap korban.
"Misalnya LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Sistem penghitungan dibuat atas asas keadilan. Itu butuh aturan tersendiri. Karena jenis derita korban berbeda," ucap Hasibullah.