JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara publik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Julius Ibrani menilai, Kejaksaan Agung tidak transparan dalam memaparkan hasil kinerja tahun 2016.
Khususnya, dalam capaian penanganan kasus korupsi.
"Kalau Kejaksaan mengatakan ada capaian, ada peningkatan tapi indikator dan angkanya tidak dibuka, jadi tidak transparan. Artinya itu sebuah pernyataan yang politis dan pencitraan," kata Julius, saat dihubungi, Rabu (4/1/2017).
Dalam rilis kinerja capaian yang disampaikan pada hari ini, Kejaksaan Agung mengklaim terjadi peningkatan penanganan kasus korupsi.
Namun, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum tidak menyebutkan angka penanganan kasus di lembaganya.
Dengan demikian, belum diketahui berapa persen kenaikan jumlah kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan pada tahun ini jika dibandingkan tahun lalu.
Selama 2016, Kejaksaan Agung telah menangani perkara terkait pidana khusus di tingkat penyelidikan sebanyak 1.451 perkara.
Adapun yang naik ke tingkat penyidikan sebanyak 1.392 perkara.
Sementara itu, di tingkat penuntutan, Kejagung menangani 2.066 perkara. Angka itu termasuk limpahan perkara dari kepolisian.
Julius menyebutkan, seharusnya Kejaksaan Agung dapat membuat capaian kinerja secara lebih detil.
Ia mencontohkan, dari angka perkara di tingkat penuntutan, Kejaksaan Agung dapat merilis hasil vonis dibandingkan tuntutan Jaksa.
"Ada persentase atau grade. Grade tinggi, putusannya lebih dari tuntutan, yang sedang itu 2/3 tuntutan tercapai, yang rendah di bawah 1/3 tuntutan jadi putusan. Tapi tidak diberitahu ke publik," ujar Julius.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.