Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2016: Masih Banyak Pelanggaran Kebebasan Berkeyakinan

Kompas.com - 21/12/2016, 05:43 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setara Institute mencatat sepanjang 2016 telah terjadi 184 kasus terkait pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di berbagai daerah.

Direktur Peneliti Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, secara kuantitas jumlah kasus pelanggaran mengalami penurunan jika dibandingkan 2015, yakni 197 kasus. Namun, dari sisi kualitas dan dampak yang ditimbulkan justru mengalami peningkatan.

Menurut Ismail jika diurutkan berdasarkan tingkat keseriusan dampak yang ditimbulkan, ada lima kelompok minoritas masyarakat yang kerap mengalami tindakan diskriminasi.

Bentuk diskriminasinya dari mulai pembongkaran, pelarangan mendirikan rumah ibadah, pelarangan ibadah, pengusiran hingga stigmatisasi.

Kelima kelompok tersebut antara lain Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), komunitas Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), komunitas Syiah, kelompok agama minoritas, dan kelompok penghayat kepercayaan lokal.

Peneliti bidang kebebasan beragama Setara Institute, Sudarto Toto mengatakan, tindakan diskriminasi oleh kelima kelompok tersebut cenderung sistematis, terstruktur dan meluas, terutama terhadap kelompok Gafatar.

"Artinya, tindakan diskriminasi selalu melibatkan aparat negara, tokoh agama, kemudian muncul kelompok massa yang melakukan intimidasi," ujar Sudarto saat ditemui di kantor Setara Institute, Jakarta Selatan, Senin (12/12/2016).

"Kemudian dikuatkan dengan penyerangan dan pengusiran. Pola ini juga terjadi di kasus yang dialami oleh kelompok Syiah Ahmadiyah," kata dia.

1. Kelompok Gafatar

Sudarto menuturkan, dalam kasus Gafatar, tindakan diskriminasi cenderung sistematis dan terencana. Pola yang dibangun melalui isu orang hilang, sebagai pintu masuk untuk mengatakan kelompok Gafatar sesat dan ingin melakukan makar.

Setelah itu muncul pernyataan atau stigmatisasi dari aparat negara dan tokoh agama.

Kemudian pada Jumat (15/1/2016) terjadi pengusiran ribuan warga eks anggota Gafatar di Moton Panjang, Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Kecamatan Mempawah Timur, Kalimantan Barat.

Aksi itu merupakan lanjutan dari aksi sweeping yang digelar sebelumnya di 16 lokasi di Kecamatan Mempawah Hilir dan Mempawah Timur pada Kamis (14/1/2016) malam.

Selain pengusiran terjadi juga pembakaran permukiman dan aset milik eks anggota Gafatar.

Saat pemulangan ke daerah asal, salah seorang warga eks Gafatar bernama Suratmi mengalami keguguran.

Kekerasan yang dialami Suratmi tidak berhenti sampai situ saja. Warga Haurgeulis, Indramayu, itu mengaku kesulitan untuk memperpanjang KTP karena tercatat sebagai bekas anggota Gafatar.

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun merasakan dampak dari kekerasan itu. Mereka mengalami teror secara psikologis. melalui kebijakan pemulangan paksa dan penampungan sementara yang berpindah-pindah.

"Akibatnya anak-anak eks anggota Gafatar trauma dan kehilangan keceriaan. Seringkali terjadi penelantaran dan relokasi ke beberapa tempat secara berpindah, termasuk dengan alasan pemerintah daerah tidak memiliki anggaran," kata Sudarto.

Pola terakhir yang dialami oleh eks pengurus Gafatar, kata Sudarto, adalah kriminalisasi dengan tuduhan melakukan penodaan agama dan makar.

Tiga eks petinggi Gafatar yakni Ahmad Musadeq, Mahful Muis Tumanurung dan Andri Cahya saat ini masih ditahan oleh kepolisian.

(Baca kumpulan tulisannya di tautan ini: Eksodus Pengikut Gafatar)

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 30 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Nasional
Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Nasional
Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Nasional
Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Nasional
Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Nasional
Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Nasional
Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Nasional
Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Nasional
Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Nasional
Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com