JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid, mengaku optimistis jika masyarakat dapat menjaga persatuan Indonesia melalui toleransi antarumat beragama.
Apalagi, berdasarkan survei yang dilakukan Wahid Foundation bersama Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada April-Mei 2016, sebanyak 72 persen responden menolak tindakan radikal yang menyertakan kekerasan atas nama agama.
Survei tersebut diambil secara acak di seluruh Indonesia dengan jumlah sampling 1.520 orang. Sementara, 88,37 persen responden masih percaya bahwa setiap warga negara bebas memeluk agama dan keyakinan sesuai pikiran atau kesadarannya.
Lalu, 65,35 persen responden berpendapat bahwa negara harus melindungi setiap pemikiran yang berkembang di masyarakat.
Adapun terkait nilai-nilai kebangsaan, 82,3 persen responden masih berpendapat bahwa Pancasila dan UUD 1945 amat sesuai bagi Indonesia. Sementara, 67,3 persen responden menyatakan mendukung nilai demokrasi.
"Dengan demikian, hal tersebut adalah gambaran yang cukup optimis bahwa Indonesia masih tergolong masyarakat yang toleran dan mengagungkan demokrasi yang baik dan benar," ujar Yenny di Jakarta, Senin (28/11/2016).
Menurut Yenny, sikap toleran itu tercipta karena tradisi yang turun-temurun dilakukan masyarakat guna menjaga kerukunan umat.
"Tradisi kita itu sudah dipraktikkan bertahun-tahun di Indonesia. Jadi tradisi toleransi itu sudah mendarah daging dan mengakar di Indonesia," ucap Yenny.
Akan tetapi, lanjut dia, Indonesia menghadapi tantangan baru dalam menjaga kerukunan umat beragama karena adanya pengaruh asing.
"Ada pengaruh dari luar yang datang dan mencoba menghapus tradisi toleransi itu," ucap Yenny.
Untuk itu, Yenny berhadap agar tradisi toleransi yang telah dilakukan dapat diperkuat masyarakat Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan mengampanyekan kembali toleransi yang menjadi prinsip berkehidupan sosial di Indonesia.
"Kita justru harus menguatkan tradisi itu dan mensyiarkan kembali toleransi yang sudah ratusan tahun di Indonesia," ucap Yenny.