JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam dua tahun terakhir, Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) oleh BPJS Kesehatan tumbuh pesat dibandingkan negara lain. Program JKN-KIS telah meng-cover sekitar 67,6 persen dari total penduduk Indonesia dalam dua tahun.
Sementara itu, berdasarkan data dari Population Data CIA World Fact Book dan Carrin G and James C, Jerman perlu waktu lebih dari 120 tahun untuk menjangkau 85 persen populasi penduduk, Belgia butuh 118 tahun untuk 100 penduduk, dan Jepang menghabiskan waktu 36 tahun untuk 100 persen populasi penduduk.
Namun, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Facmi Idris, mengakui bahwa peserta yang berpartisipasi dalam program itu belum merata. Masih banyak masyarakat dari kalangan menengah ke atas yang rendah pratisipasinya dalam program JKN-KIS. Hal tersebut menjadi salah satu tantangan BPJS Kesehatan dalam mengimplementasikan program tersebut.
"Sustainibilitas program ini tak lepas dari peran masyarakat dari sektor informal yang sehat, produktif, dan mampu. Sayangnya, partisipasi masyarakat dari kalangan tersebut belum maksimal. Inilah yang disebut sebagai ‘The Missing Middle’,” kata Fachmi melalui siaran pers, Jumat (18/11/2016).
Fachmi menjadi salah satu panelis forum International Social Security Asscociation (ISSA) di Panama City. Ia mengatakan, belum terdaftarnya sebagian pekerja penerima upah dalam program itu karena pendaftarannya dianggap memakan waktu.
Para pekerja tersebut mendapatkan perlindungan asuransi yang disediakan oleh tempat mereka bekerja. Namun, BPJS menyediakan solusi untuk memangkas waktu pendaftaran dengan sistem E-DABU.
Selain itu, BPJS Kesehatan juga membuat mekanisme Coordination of Benefit (CoB) yang dapat mengkolaborasikan benefit non-medis antara BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta yang dimiliki calon peserta tersebut.
“Ke depannya kami juga berupaya menyempurnakan penerapan kebijakan pembayaran kapitasi berbasis komitmen di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama,” kata Fachmi.
Untuk mengatasi kesenjangan antara penerimaan iuran peserta dengan beban biaya pelayanan kesehatan, kata Fachmi, BPJS Kesehatan menerapkan kebijakan virtual account atau VA Keluarga. Jadi, satu nomor VA untuk membayar seluruh tagihan iuran satu keluarga. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan peran pemerintah daerah untuk memacu kolektabilitas iuran, mengoptimalkan implementasi sistem pembayaran prospektif dan sistem anti-fraud, serta memaksimalkan program promotif preventif.
"Selanjutnya, sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gap dalam kualitas pelayanan kesehatan, kami telah menciptakan aplikasi Health Facility Information System (HFIS), dimana calon fasilitas kesehatan yang ingin bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dapat mendaftar serta memantau progress-nya via online," kata Fachmi.
Selama hampir tiga tahun berjalan, jumlah peserta BPJS Kesehatan telah mencapai lebih dari 170 juta jiwa. Melalui alternatif solusi tersebut, diharapkan sustainibilitas program JKN-KIS dapat terjaga hingga mencapai cakupan kesehatan semesta pada 2019.
Fachmi berharap ISSA dapat menyediakan bantuan secara berkesinambungan untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi dalam pengelolaan jaminan kesehatan di Indonesia. Khususnya dalam hal mengatur biaya dan kualitas pelayanan kesehatan.
Pada tahun sebelumnya, BPJS Kesehatan menerima sertifikat penghargaan dari ISSA untuk dua kategori yaitu Certificate of Merit with Special Mention untuk Good Practice: E-DABU - An Online Application for Self-Managed Data, serta Certificate of Merit untuk Good Practice: Implementing the Programme “Rujuk Balik” for Better Access and Better Quality Health Care. Kedua penghargaan tersebut diterima oleh Fachmi Idris dalam ISSA Regional Security Forum for Asia and the Pasific di Kota Muscat, Oman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.