JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Irham Dilmy menilai, praktik korupsi dalam pemilihan rektor salah satunya karena lemahnya pengawasan pemerintah.
Selama ini KASN tak pernah mengawasi tahapan proses pengisian jabatan pimpinan di perguruan tinggi.
Padahal, KASN bertugas mengawasi setiap tahapan proses pengisian jabatan pimpinan tinggi, mulai dari pembentukan panitia seleksi, dan pengumuman lowongan.
Demikian pula saat pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan, hingga pelantikan pejabat pimpinan.
Irham mengatakan, tak adanya pengawasan karena rektor tak masuk dalam kategori jabatan pimpinan tinggi yang diawasi oleh KASN.
"Rektor itu jabatan dosen yang diberikan tugas tambahan. Jadi itu tidak masuk dalam ranah pengawasan kami," ujar Irham di Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Jakarta, Jumat (4/11/2016).
(Baca: Ombudsman Pernah Ingatkan Menristek soal Dugaan Korupsi Pemilihan Rektor)
Irham mengatakan, lemahnya pengawasan terhadap pemilihan rektor diduga membuat proses tersebut diwarnai pelanggaran.
"Sekarang ini dikhawatirkan yang terjadi ada dugaan pelanggaran, seperti nepotisme, kolusi," kata dia.
Untuk itu, lanjut Irham, KASN akan ikut mengawasi proses pemilihan rektor di perguruan tinggi.
Menurut dia, seharusnya ada pengawasan terhadap pemilihan rektor. Hal ini dilakukan agar proses tersebut dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, dan adil.
"Memang seharusnya begitu (pemilihan rektor diawasi KASN). Kalau dilihat dari logika, yang di bawahnya rektor saja kita awasi," ujar Irham.
Pemilihan rektor di Indonesia sempat mengundang polemik diwarnai kejanggalan.
Selain itu, KPK juga mengendus adanya dugaan korupsi dalam proses pemilihan rektor di perguruan tinggi.
(Baca: Kemenristekdikti Kaji Ulang Aturan Pemilihan Rektor)
Dalam kesempatan terpisah, anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ahmad Alamsyah Saragih, menuturkan, ORI sudah menerima informasi dari setidaknya tujuh PTN di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi, mengenai dugaan suap pemilihan rektor.
Menurut dia, dari informasi itu muncul nama-nama yang sama, yakni petinggi salah satu partai politik serta oknum di Kemristek dan Dikti.
Alamsyah menuturkan, dalam pemilihan di tiga PTN, pemberi informasi mengungkapkan bahwa sudah terjadi penyerahan uang.
"Besarnya bervariasi, antara Rp 1,5 miliar sampai Rp 5 miliar. Hal yang dikhawatirkan adalah jika kemudian ada kelanjutan berupa brokering (percaloan) proyek-proyek di kampus," paparnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.