JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Hanafi Rais mengatakan, TNI akan dilibatkan dalam pemberantasan terorisme bukan sebagai BKO (Bantuan Kendali Operasi).
Dengan opsi tersebut, kata Hanafi, pastinya akan membawa efek tertentu bagi TNI.
Salah satu efeknya seperti yang saat ini dialami kepolisian, yakni menjadi sasaran serangan teror dari kelompok kombatan.
"Bisa saja nanti TNI menjadi sasaran serangan teror kalau nanti dilibatkan bukan sebagai BKO dalam pemberantasan terorisme," kata Hanafi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mewajari hal tersebut. Sebab, kata Hanafi, kelompok teroris memang selalu menyerang simbol negara dan segala hal yang berhubungan dengan paham kapitalisme.
Hal itu menurut Hanafi disebabkan pemahaman mereka yang menganggap negara dan paham kapitalisme sebagai simbol yang menghalangi cita-cita politik para kelompok teroris.
Meski demikian, Hanafi menyatakan hal tersebut tentu harus diantisipasi dan tak menghalangi pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme.
"Meskipun ada hambatan semacam itu, pelibatan TNI tetap akan dilakukan dan pastinya TNI sendiri akan mengantisipasi hal tersebut," kata Hanafi.
"Dan sekali lagi, pelibatan TNI ini hanya dalam menangkap dan setelah itu diserahkan ke kepolisian untuk diproses secara hukum," kata dia.
Ketua Pansus RUU Antiterorisme Muhammad Syafi'i sebelumnya mengklaim seluruh anggota Pansus bersepakat untuk memberikan porsi bagi TNI dalam pemberantasan terorisme.
Sebab, kata Syafi'i, Pansus menilai pemberantasan terorisme memiliki spektrum yang luas. Sehingga dalam penanganannya, dibutuhkan berbagai pihak yang terdiri dari berbagai latar belakang keahlian.
(Baca: Ketua Pansus: Semua Sepakat Libatkan TNI Berantas Terorisme Bukan sebagai BKO)