Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Tahun Jokowi-JK, Masih Ada "Utang Kasus" hingga Realisasi Nawacita

Kompas.com - 17/10/2016, 06:54 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pada 20 Oktober mendatang, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla genap menginjak dua tahun.

Perjalanan dua tahun masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah. Salah satunya pada sektor penegakan hukum.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem, Taufiqulhadi, menyoroti masih adanya oknum aparat penegak hukum yang justru terlibat dalam kasus-kasus tertentu, seperti kasus narkoba.

Persoalan pada bidang hukum lainnya adalah penyelesaian kasus HAM masa lalu.

Taufiqulhadi menilai, perlu ada kehati-hatian dalam penyelesaian kasus tersebut.

"Harus dilakukan penelitian terhadap hal tersebut sehingga kalau ingin melakukan penyelesaian, sejauh mana? Apakah pemerintah mau bergerak sampai 1965? Apakah bergerak ke sana akan menimbulkan masalah atau menyelesaikan?" kata Taufiqulhadi saat dihubungi, Minggu (15/10/2016).

Selain itu, ia juga menyoroti soliditas aparat penegak hukum. Menurut Taufiqulhadi, hubungan antarpenegak hukum, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih baik setiap harinya.

Salah satu indikatornya adalah pernyataan pimpinan KPK dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR. Dalam hal ini, pihak KPK mengatakan tengah membangun komunikasi intensif dengan Kepolisian dan Kejaksaan, melalui sejumlah kegiatan penegakan hukum.

"Akan dilakukan secara bersama antara KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian, serta telah dibeberkan langkah-langkahnya," kata Taufiq.

Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menyinggung soal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Meski pembahasannya ditunda, revisi UU KPK masih ada pada daftar Prolegnas Prioritas 2016.

Jika pembahasan dilanjutkan suatu hari nanti, Arsul mengatakan, fraksinya akan mendorong penguatan KPK, bukan pelemahan.

Misalnya, penguatan dilakukan dalam rangka sinergitas dengan penegak hukum lain, yakni melalui penambahan kedeputian, yaitu Kedeputian Koordinasi dan Supervisi.

Kedeputian tersebut salah satunya berfungsi untuk lebih mengintensifkan koordinasi KPK dengan penegak hukum lain soal penanganan kasus korupsi.

Kasus-kasus kecil, kata Arsul, seharusnya bisa dilimpahkan ke penegak hukum lain.

"Dengan demikian, KPK bisa menangani kasus yang besar-besar, cost recovery, penerimaan pajak, sumber daya alam lainnya, ketimbang soal APBD yang hanya berapa miliar," ujar Arsul.

Adapun Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon, menganggap penegakan hukum pada era Jokowi-JK saat ini masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Hukum juga kerap dijadikan alat politik kekuasaan. Ia menilai poin-poin Nawacita sendiri tak jelas dan tak konkret.

"Apaan itu Nawacita? Tanya ke rakyat juga enggak ngerti. Itu abstrak. Seharusnya konkret. Tentu kita berharap ada pencapaian-pencapaian yang bisa lebih baik," kata Fadli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com