Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Minta "Pasal Guantanamo" dalam Draf Revisi UU Terorisme Dihapus

Kompas.com - 13/10/2016, 21:55 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Salman Luthan mengusulkan agar Pasal 43 A dalam draf revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dihapus.

Hal itu disampaikannya seusai menjadi perwakilan MA dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Kamis (13/10/2016), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Pasal 43 A, disebut dengan istilah "Pasal Guantanamo", merujuk pada nama penjara milik Amerika Serikat di wilayah Kuba, di mana ratusan orang ditangkap dan disembunyikan karena diduga terkait jaringan teroris.

Pasal itu mengatur kewenangan penyidik maupun penuntut untuk menahan seseorang yang diduga terkait kelompok teroris selama 6 bulan.

Pasal ini dianggap memiliki banyak celah untuk penyalahgunaan wewenang.

"Pasal 43 A ini harusnya dibuang saja karena tidak sesuai dengan kaidah hukum yang adil yakni terkait penahanan dan penangkapan," kata Salman.

Menurut dia, dalam sistem demokrasi, seharusnya hukum diatur dengan prinsip demokrasi.

Keberadaan Pasal 43 A dalam draf RUU Terorisme dianggapnya kembali ke era otoritarian.

Dalam proses penahanan, sekalipun pada kasus terorisme, sudah termasuk dalam tindak pidana khusus.

Oleh karena itu sebaiknya kembali berpatokan pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sudah mengatur soal pidana khusus.

"Dalam KUHAP jelas bahwa tersangka saja punya hak yang harus dipenuhi yakni waktu penahanan maksimal, bahkan bisa diberi kesempatan jika ternyata boleh ditemani pendamping hukum," kata Salman.

"Ini Pasal 43 A belum jelas statusnya tersangka atau tidak tapi kok sudah ditahan selama maksimal enam bulan di tempat yang tidak diketahui," lanjut Salman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com