Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Dirugikan, Golkar Tak Buru-buru Tolak RUU Pemilu Usulan Pemerintah

Kompas.com - 14/09/2016, 11:10 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, partainya akan mengkaji revisi Undang-Undang Pemilu yang diusulkan pemerintah ke DPR.

Salah satu aturan yang dikaji adalah usulan mengenai hasil Pemilu Legislatif 2014 lalu yang akan digunakan untuk mengusung calon presiden pada Pemilu 2019.

"Kita akan menunggu bagaimana RUU yang diajukan pemerintah. Sampai sekarang kan belum sampai. Nanti kita akan mengkaji apa argumentasinya," kata Idrus saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/9/2016).

Idrus tak menampik bahwa aturan tersebut bisa merugikan Partai Golkar, yang pada pemilu 2014 lalu berada di urutan kedua dengan 14,75 persen.

Padahal, pada pemilu presiden 2019, Idrus mengaku optimistis partainya bisa menjadi pemenang pemilu.

Namun, Golkar tetap tak mau terburu-buru langsung menolak usulan pemerintah itu.

"Jangan terlalu acuannya rugi atau tidak. Golkar tak lagi berpikir apakah menguntungkan Golkar atau tidak, tapi menguntungkan bangsa. Kalau mulai dari kepentingan partai enggak akan ketemu karena setiap partai kepentingannya beda," ucap Idrus.

Idrus mengatakan, yang terpenting UU Pemilu tahun ini benar-benar disempurnakan dengan melihat kekurangan di pemilu-pemilu sebelumnya.

Dengan demikian, diharapkan kedepannya tidak ada lagi bongkar pasang dalam UU Pemilu.

"Jadi kita hormati apa yang diusulkan pemerintah, nanti naskah akademiknya kita lihat dulu bagaimana," ucap Idrus.

Pemerintah mengusulkan hasil Pemilihan Legislatif 2014 digunakan untuk mengusung calon presiden pada Pemilihan Presiden 2019 mendatang.

Hasil Pileg 2014 digunakan karena pada 2019 pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digelar serentak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Dengan demikian, hasil Pileg 2019 tidak bisa digunakan untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Jadi penentuan pemilihan presiden, kami mengusulkan sesuai dengan hasil (pileg) yang lama," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, seusai rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/9/2016).

Terkait angkanya, lanjut Tjahjo, tetap berpegang pada Undang-Undang Pemilihan Presiden yang lama.

UU Nomor 42 Tahun 2008 mengatur, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Tjahjo mengatakan, aturan mengenai hal ini akan dirumuskan dalam draf revisi UU Pemilu yang diusulkan pemerintah dan akan segera diserahkan ke DPR untuk pembahasan lebih lanjut. PolitisiPDI-P menyadari aturan ini akan membuat partai baru tak bisa ikut mengusung capres.

Namun, ia meminta partai baru berebut kursi di DPR terlebih dulu, baru ikut pilpres pada 2024.

Kompas TV Golkar Dukung Budi Gunawan Jadi Kepala BIN

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com