Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU "Tax Amnesty" Dinilai Bertentangan dengan Semangat Antikorupsi

Kompas.com - 31/08/2016, 22:24 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer bidang Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi menilai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty, kontraproduktif dengan gerakan antikorupsi.

Menurutnya ada indikasi bahwa jika seseorang terlibat kasus perpajakan dan kasusnya sudah masuk proses penyelidikan, kemudian orang tersebut mengajukan pengampunan pajak, maka proses penyelidikannya bisa tidak dilanjutkan.

"Dengan begitu UU pengampunan pajak kontraproduktif dengam semangat pemberantasam korupsi dan penegakan hukum," ujar Apung saat memberikan keterangan pers di gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2016).

Apung pun menyebut UU pengampunan pajak merupakan sebuah upaya untuk mendelegitimasi upaya pemberantasan korupsi.

Pasalnya dalam UU tersebut tidak ada ketentuan soal verifikasi asal harta. Artinya, harta kekayaan yang berasal dari korupsi, illegal logging, narkoba dan tindak pidana lainnya akan dianggap sama.

Selain itu juga terdapat indikasi UU pengampunan pajak bisa digunakan untuk pencucian uang.

(Baca: Hakim MK Minta Permohonan Gugatan Uji Materi UU "Tax Amnesty" Dipertajam)

"Ketika petugas diancam dan partisipasi masyarakat dibunuh dengan ancaman pidana jika membocorkan data pemohon pengampunan pajak. Padahal ini prinsip transparansi yang harusnya dijunjung," kata Apung.

Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak melihat UU Tax Amnesty mengandung pemufakatan jahat.

Dahnil menjelaskan, awalnya UU Tax Amnesty diusulkan oleh pemerintah dengan nama UU Pengampunan Nasional.

Dia pun menyebut UU tersebut awalnya dibuat untuk memberikan pengampunan kepada tersangka kasus korupsi apabila bisa mengembalikan kerugian negara yang dikorupsi.

"Kalau diperhatikan secara kronologis UU Tax Amnesty bermula dari UU Pengampunan Nasional bersamaan dengan pengajuan revisi UU KPK. Itu tujuannya jelas mengampuni dosa-dosa koruptor," ungkap Dahnil.

Kompas TV Tax Amnesty (Masih) Gagal Capai Target
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com