Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ihwal Penegakan Hukum Lingkungan

Kompas.com - 31/08/2016, 21:47 WIB

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (12/8), memenangkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas PT National Sago Prima—pemegang konsesi 3.000 hektar di Kabupaten Meranti, Riau. Hal ini memberikan harapan baru bagi penegakan hukum lingkungan.

Sebelumnya, pada kasus berbeda, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) gagal memenangkan gugatan yang diperkarakan di PN Palembang atas PT Bumi Mekar Hijau. Jalur perdata untuk meminta pertanggungjawaban korporasi yang dipilih KLHK adalah salah satu kreasi hukum yang dimungkinkan untuk memberikan efek jera bagi korporasi pemegang konsesi, yang selama ini gagal dijerat dengan hukum pidana.

Menagih pertanggungjawaban pidana atas korporasi pembakar hutan selama ini selalu menemui jalan buntu akibat ketidakmampuan atau ketidakmauan dari Polri untuk menjadikan hasil-hasil penyelidikan dan penyidikan KLHK sebagai fakta untuk menjerat pengusaha.

Padahal, banyak ketentuan pidana yang bisa digunakan untuk menjerat korporasi, yakni Pasal 17 (2) dan Pasal 92 UU No 18/ 2013 tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan; Pasal 109 UU No 39/2014 tentang Perkebunan; serta Pasal 98 juncto Pasal 99 dan 116, 118 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bahkan, Pasal 187 KUHP juga sudah cukup kokoh untuk menghukum pelaku yang dengan sengaja telah membakar hutan.

Demikian juga UU No 41/1999 tentang Kehutanan. Semua produk hukum itu pada intinya memungkinkan pelaku pembakaran hutan yang menimbulkan dampak lingkungan serius dan berbahaya dipidana dengan berbagai aneka jenis pidana.

Antiklimaks

Berbeda dengan jalur perdata yang ditempuh KLHK, jalan pidana yang dirintis institusi Polri sebagian besar berujung antiklimaks. Menurut data yang dirilis Mabes Polri (2015), terdapat 218 kasus terkait peristiwa kebakaran hutan 2015, baik yang ditangani Badan Reserse Kriminal Polri, polda, maupun polres.

Kasus-kasus yang terkait individu sebagian telah tuntas di pengadilan. Namun, untuk kasus yang melibatkan korporasi—sebelumnya disebutkan terdapat 13 kasus dinyatakan P21—yang lanjut hingga ke pengadilan hanya tiga kasus.

Di Polda Riau, terdapat 25 tersangka individu dalam kasus kebakaran hutan dan menjalani hukuman. Mereka yang menjadi tersangka itu adalah para petani dan human rights defenderspada sektor kehutanan yang hanya membakar sisa hasil panen jagung. Sebaliknya, Polda Riau menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk 15 perusahaan dengan alasan yang tidak kredibel.

Selain karena silang sengketa kewenangan dengan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) KLHK, Polri beralasan peristiwa kebakaran/pembakaran terjadi di lahan sengketa. Langkah Polri menerbitkan SP3 jelas memperlemah agenda penegakan hukum lingkungan dan kontradiktif dengan gegap gempita respons yang disampaikan Presiden Joko Widodo dan pejabat lain pada peristiwa kebakaran tahun 2015.

Sengketa lahan di Riau antara perusahaan pemegang konsesi dan masyarakat lokal terkait penguasaan bukan hal baru. Data Pemerintah Provinsi Riau (2014) mencatat, setidaknya ada 50 peristiwa sengketa lahan yang dilaporkan. Mayoritas adalah sengketa antara perusahaan dan masyarakat. Sengketa ini diawali dengan peristiwa penyerobotan lahan. Konflik ini dipicu perbedaan interpretasi antara masyarakat lokal, yang memiliki ikatan genealogis dengan lahannya, dan hak tertentu yang diperoleh perusahaan melalui izin pengelolaan lahan/hutan dari KLHK.

Keterlibatan negara dalam sengketa ini adalah melalui perannya sebagai fasilitator modal dan otoritas administratif, dengan menerbitkan izin yang tidak akuntabel. Negara abai melindungi hak warga negara, yang ditunjukkan dengan tidak ada persetujuan (consent), yang diawali dengan informasi utuh  (informed), yang diberikan dalam rentang waktu cukup untuk dipertimbangkan/dipelajari (prior), dan dengan bebas/tanpa paksaan/tekanan (free). Ketiadaan free, prior, and informed consent (FPIC) dalam proses pemberian izin inilah yang menjadi pemicu pelembagaan konflik lahan berkepanjangan.

Sinergi antar-institusi

Pola yang tidak partisipatif dalam memberikan izin konsesi terjadi di semua wilayah hutan Indonesia. Dalam situasi semacam ini, penggunaan argumentasi lahan sengketa untuk menerbitkan SP3 membawa pesan bahwa selama konflik pertanahan tak pernah diselesaikan secara serius, semua kebakaran dan pembakaran hutan tak akan pernah bisa dimintai pertanggungjawaban pidananya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com